Alkisah
menceritakan sepasang kakak-adik perempuan yang sangat mencintai budaya luar.
Si kakak yang saat ini menduduki bangku SMA kelas X mencintai budaya Korsel
dengan kecantikan dan ketampanan para pesohornya, sedangkan si adik, pelajar
SMP kelas VIII ini mencintai budaya Hollywood dengan kreatifitas yang
menurutnya “sangat kreatif sekali”. Mereka tengah berbincang mengenai idola
mereka.
“Lebih
tampan Lee Min Ho lagi! Bukankah kau tidak lihat bagaimana putihnya laki-laki
itu?” tukas kakaknya sambil menatap tajam adiknya, sang adik pun tak ingin
kalah, akhirnya menjawablah si adik dengan pembelaan ‘Hollywood’nya.
“Ehhh?
Gak salah tu? Tampan lagi Tom Cruise! Bukankah kakak lihat bagaimana tampan dan
menawan serta gagahnya dia difilm Mission Impossible?!”
“Lee
Min Ho! Tidakkah kau lihat dia sangat cocok dengan perannya di Boys Before
Flower?”
“Tidak!
Tom Cruise di The Last Samurai!”
“Lee
Min Ho!”
“Tom
Cruise!”
“Big
Bang!”
“Westlife!”
“Girls
Generation!”
“Fifth
Harmony!”
Dan
pertengkaran mereka terus berlanjut hingga datanglah abang mereka yang saat ini
berkuliah disalah satu perguruan tinggi daerah mereka semester III.
“Ada
apa ini? Kenapa kalian bertengkar tidak jelas seperti ini?”
“Itu,
si adek demam Hollywood!”
“Eh,
dia cakap orang je, padahal dia pun same!”
“Sudah-sudah!
Bicaralah!”
“Tadi
adek lagi nonton bang, tiba-tiba kakak ni datang langsung merebut remote dari tangan adek, padahal adek
lagi asik nonton Fast and Furious 2,”
“Tadi
aku lagi santai, ingat ada film yang kubooking
hari ini jadi langsung kebawah dan nyambar remote,” celetuk sang kakak kesal, si abang pun tergeleng melihat
tingkah kedua adiknya yang tak pernah akur apabila disatukan dengan tv ataupun media eletronik lain.
Akhirnya si abang mendapat ide mengenai pertengkaran yang sering terjadi antara
mereka berdua setiap saat.
“Baiklah,
besok kalau terulang lagi, jangan harap remote
ada didekat tv lagi” tegas sang
abang yang mengejutkan kedua adiknya. Si adik terlihat lesu setelah mendengar
penjelasan sang abang lalu berjalan menuju kamarnya, dan menghilang tanpa
jejak, ataupun suara.
“Apalah,
enak kalinya abang!” kata adiknya yang SMA tak mau kalah, akhirnya masamlah
ekspresi wajah sang abang mendengar bantahan adiknya. Akhirnya remote yang semula berada
dilantaidipegangnya erat-erat lalu diapun beranjak menuju kamarnya,
meninggalkan adiknya dengan wajah terkejut.
“Nak
dibawa kemana tu remote?” akhirnya adiknya angkat suara, namun sang abang tetap
berjalan menghiraukan pertanyaan adiknya yang terus berlangsung hingga kekamar.
Namun tetap saja didengarnya pertanyaan yang sama.
Dooorr....!
Pukulan
keras dipintu kamarnya yang sontak membuatnya terkejut, dibuka paksa pintu
kamarnya dan akhirnya berdirilah sang abang dengan wajah mengerikan.
“Apa?”
tanya abangnya dingin. Sang adik tetap bertanya dimana letaknya remote namun dia menggeleng dan
mendiamkan sang adik.
“Kalau
kamu selalu menonton film seperti itu, kapan kamu belajar tentang agama kita?”
akhirnya sang abang berbicara dengan nada tenang, seolah tidak ada terjadi
apa-apa sebelumnya. Sang adik pun tertunduk mendengar ungkapan abangnya.
“Tapi
bang, islam ini rumit dan dipenuhi larangan,”
“Bukankah
itu bagus? Justru islam memberi kebebasan kepada kita untuk menunjukkan aurat
kita kepada mereka yang halal melihatnya saja. Bukankah seharusnya kebebasan
seperti itu?”
“Tapi
bang, aku kan gak mau,”
“Kalau
kamu gak mau, kapan kamu mau menjadi qurota
ayun buatku dan orangtua kita? Menjadi annisa
yang sesungguhnya? Kapan? Kalau tidak dimulai sekarang, kapan lagi? Sebelum
ajalmu tiba, bukankah perubahan itu yang seharusnya kamu lakukan? Dibanding
dengan melihat foto pesohor dan lainnya, dibanding mengidolakan Lee Min Ho yang
bahkan tidak mengetahui kamu ada, lebih baik kamu mengidolakan Rasulullah SAW
yang selalu mengingat kita bahkan hingga hembusan nafas terakhirnya.” Jelas
sang abang tanpa jeda sedikit pun, sang adik merasa tertekan sekaligus bersalah
dan sedih dengan penjelasan sang abang yang memiliki unsur benar di dalamnya.
Jadi kenapa selama ini aku harus
bertengkar dengan saudaraku demi artis yang bahkan tak mengenaliku dan
mengetahui kalau aku ada? Kenapa aku tak pernah sadar bahwa Rasulullah yang tak
pernah kuidolakan justru mengkhawatirkan kedudukanku dimata Sang Khalik hingga
ajalnya menjemput?
“Maaf,
mungkin aku yang salah, maksudku aku salah,” akhirnya si adik angkat bicara.
Abangnya pun menghelus rambutnya seraya memanggil adiknya yang lain. Sama
seperti tindakannya kepada adiknya yang mengidolakan Lee Min Ho yang tampan,
gagah, putih, dan palsu itu, abangnya menjelaskan mengenai idola adiknya kepada
Tom Cruise dan membandingkan Nabi Muhammad SAW dengan Tom Cruise.
“Apakah
Tom Cruise peduli jika kamu masuk neraka?” salah satu pertanyaan abangnya yang
membuat dirinya terkejut. Tak pernah
terpikirkan olehku sebelumnya, pikirnya dalam hati.
“Tidakkah
kalian mengetahui bahwa Nabi Muhammad SAW khawatir apabila ada umatnya yang
tidak masuk ke Syurga bersamaNya, tidakkah kalian lihat betapa pedulinya Nabi
Muhammad SAW walau Ia tak pernah mengetahui nama dan rupa kalian?”
“Cukuplah
Nabi Muhammad SAW dan sahabatnya menjadi idola kita. Karena perjuangan mereka
untuk menyiarkan islam sangat banyak, kalau saja tidak ada mereka, mungkin
hidup kita entah bagaimana berantakannya,” jelas sang abang terakhir kali
sebelum menyerahkan remote ketangan
sang adiknya yang bungsu.
+selesai+
"Mohon maaf jika menyinggung disatu kalimatnya, karena yang menulis juga masih dalam proses pembelajaran."
0 komentar:
Posting Komentar