Senin, 07 November 2016

Demam Budaya Barat

Alkisah menceritakan sepasang kakak-adik perempuan yang sangat mencintai budaya luar. Si kakak yang saat ini menduduki bangku SMA kelas X mencintai budaya Korsel dengan kecantikan dan ketampanan para pesohornya, sedangkan si adik, pelajar SMP kelas VIII ini mencintai budaya Hollywood dengan kreatifitas yang menurutnya “sangat kreatif sekali”. Mereka tengah berbincang mengenai idola mereka.
“Lebih tampan Lee Min Ho lagi! Bukankah kau tidak lihat bagaimana putihnya laki-laki itu?” tukas kakaknya sambil menatap tajam adiknya, sang adik pun tak ingin kalah, akhirnya menjawablah si adik dengan pembelaan ‘Hollywood’nya.
“Ehhh? Gak salah tu? Tampan lagi Tom Cruise! Bukankah kakak lihat bagaimana tampan dan menawan serta gagahnya dia difilm Mission Impossible?!”
“Lee Min Ho! Tidakkah kau lihat dia sangat cocok dengan perannya di Boys Before Flower?”
“Tidak! Tom Cruise di The Last Samurai!”
“Lee Min Ho!”
“Tom Cruise!”
“Big Bang!”
“Westlife!”
“Girls Generation!”
“Fifth Harmony!”
Dan pertengkaran mereka terus berlanjut hingga datanglah abang mereka yang saat ini berkuliah disalah satu perguruan tinggi daerah mereka semester III.
“Ada apa ini? Kenapa kalian bertengkar tidak jelas seperti ini?”
“Itu, si adek demam Hollywood!”
“Eh, dia cakap orang je, padahal dia pun same!”
“Sudah-sudah! Bicaralah!”
“Tadi adek lagi nonton bang, tiba-tiba kakak ni datang langsung merebut remote dari tangan adek, padahal adek lagi asik nonton Fast and Furious 2,”
“Yang lebih tua ni apa pasal?”
“Tadi aku lagi santai, ingat ada film yang kubooking hari ini jadi langsung kebawah dan nyambar remote,” celetuk sang kakak kesal, si abang pun tergeleng melihat tingkah kedua adiknya yang tak pernah akur apabila disatukan dengan tv ataupun media eletronik lain. Akhirnya si abang mendapat ide mengenai pertengkaran yang sering terjadi antara mereka berdua setiap saat.
“Baiklah, besok kalau terulang lagi, jangan harap remote ada didekat tv lagi” tegas sang abang yang mengejutkan kedua adiknya. Si adik terlihat lesu setelah mendengar penjelasan sang abang lalu berjalan menuju kamarnya, dan menghilang tanpa jejak, ataupun suara.
“Apalah, enak kalinya abang!” kata adiknya yang SMA tak mau kalah, akhirnya masamlah ekspresi wajah sang abang mendengar bantahan adiknya. Akhirnya remote yang semula berada dilantaidipegangnya erat-erat lalu diapun beranjak menuju kamarnya, meninggalkan adiknya dengan wajah terkejut.
“Nak dibawa kemana tu remote?” akhirnya adiknya angkat suara, namun sang abang tetap berjalan menghiraukan pertanyaan adiknya yang terus berlangsung hingga kekamar. Namun tetap saja didengarnya pertanyaan yang sama.
Dooorr....!
Pukulan keras dipintu kamarnya yang sontak membuatnya terkejut, dibuka paksa pintu kamarnya dan akhirnya berdirilah sang abang dengan wajah mengerikan.
“Apa?” tanya abangnya dingin. Sang adik tetap bertanya dimana letaknya remote namun dia menggeleng dan mendiamkan sang adik.
“Kalau kamu selalu menonton film seperti itu, kapan kamu belajar tentang agama kita?” akhirnya sang abang berbicara dengan nada tenang, seolah tidak ada terjadi apa-apa sebelumnya. Sang adik pun tertunduk mendengar ungkapan abangnya.
“Tapi bang, islam ini rumit dan dipenuhi larangan,”
“Bukankah itu bagus? Justru islam memberi kebebasan kepada kita untuk menunjukkan aurat kita kepada mereka yang halal melihatnya saja. Bukankah seharusnya kebebasan seperti itu?”
“Tapi bang, aku kan gak mau,”
“Kalau kamu gak mau, kapan kamu mau menjadi qurota ayun buatku dan orangtua kita? Menjadi annisa yang sesungguhnya? Kapan? Kalau tidak dimulai sekarang, kapan lagi? Sebelum ajalmu tiba, bukankah perubahan itu yang seharusnya kamu lakukan? Dibanding dengan melihat foto pesohor dan lainnya, dibanding mengidolakan Lee Min Ho yang bahkan tidak mengetahui kamu ada, lebih baik kamu mengidolakan Rasulullah SAW yang selalu mengingat kita bahkan hingga hembusan nafas terakhirnya.” Jelas sang abang tanpa jeda sedikit pun, sang adik merasa tertekan sekaligus bersalah dan sedih dengan penjelasan sang abang yang memiliki unsur benar di dalamnya.
Jadi kenapa selama ini aku harus bertengkar dengan saudaraku demi artis yang bahkan tak mengenaliku dan mengetahui kalau aku ada? Kenapa aku tak pernah sadar bahwa Rasulullah yang tak pernah kuidolakan justru mengkhawatirkan kedudukanku dimata Sang Khalik hingga ajalnya menjemput?
“Maaf, mungkin aku yang salah, maksudku aku salah,” akhirnya si adik angkat bicara. Abangnya pun menghelus rambutnya seraya memanggil adiknya yang lain. Sama seperti tindakannya kepada adiknya yang mengidolakan Lee Min Ho yang tampan, gagah, putih, dan palsu itu, abangnya menjelaskan mengenai idola adiknya kepada Tom Cruise dan membandingkan Nabi Muhammad SAW dengan Tom Cruise.
“Apakah Tom Cruise peduli jika kamu masuk neraka?” salah satu pertanyaan abangnya yang membuat dirinya terkejut. Tak pernah terpikirkan olehku sebelumnya, pikirnya dalam hati.
“Tidakkah kalian mengetahui bahwa Nabi Muhammad SAW khawatir apabila ada umatnya yang tidak masuk ke Syurga bersamaNya, tidakkah kalian lihat betapa pedulinya Nabi Muhammad SAW walau Ia tak pernah mengetahui nama dan rupa kalian?”

“Cukuplah Nabi Muhammad SAW dan sahabatnya menjadi idola kita. Karena perjuangan mereka untuk menyiarkan islam sangat banyak, kalau saja tidak ada mereka, mungkin hidup kita entah bagaimana berantakannya,” jelas sang abang terakhir kali sebelum menyerahkan remote ketangan sang adiknya yang bungsu.
+selesai+
"Mohon maaf jika menyinggung disatu kalimatnya, karena yang menulis juga masih dalam proses pembelajaran."

0 komentar:

Posting Komentar