Selasa, 19 Juli 2016

Sakai; Suku yang telah berbaur

   
Wawancara eksklusif dengan Ketua Adat Sakai, M. Yatim Iyo Bangso. 14 Juni 2016
Indonesia merupakan Negara dengan beragam budaya, memiliki ribuan suku dan budaya berbeda yang membentang luas dari Sabang hingga Merauke, salah satunya ialah suku Sakai. Suku Sakai merupakan salah satu suku anak dalam yang mendiami wilayah pulau Sumatera.  Secara keilmuan, Suku Sakai termasuk kedalam Melayu Tua yang mendiami hutan dan bukit. Hutan menjadi tempat tinggal mereka sehingga tidak mudah terpengaruh dengan budaya luar.
    Kata Sakai sendiri kononnya berasal dari singkatan dari Sungai, Kampung, Anak, Ikan. Hal ini memiliki makna bahwa mereka adalah orang-orang yang hidup di sekitar sungai dan menggantungkan hidup mereka pada hasil kekayaan sungai seperti ikan. .  
   Dahulunya, menurut Batin M. Yatim Iyo Bangso, Ketua adat Suku Sakai, suku ini merupakan bagian dari Kerajaan Siak dan kemudian seiring waktu berubah menjadi Kabupaten Bengkalis. Daerah Ulayat Suku Sakai membentang dari Minas hingga kota Duri, Rohil, Siak dan Sebagian Dumai. Didaerah tersebut tersebar 13 batin. Sementara permukiman warga Sakai terbanyak berada di wilayah Desa Kesumbo Ampai, yakni mencapai sekitar 300 kepala keluarga.
    Menurut Yatim lagi, jika ditelusuri lewat kajian alam soko, Suku Sakai adalah pendiri Candi Muara Takus lewat Datuk Batin. Namun, jika dikaji lewat kajian alam pusako, ada yang menyebut Suku Sakai bertalian saudara dengan Kerajaan Pagaruyung, Minangkabau. Namun, hal ini belum dapat dipastikan. “Jika memang  nyata, Suku Sakai berasal dari Minang, jika bertali kami tarik, kalau bertampuk kami jinjing. Namun, tidak ada yang dapat membuktikan benar,” Ungkap Yatim.
   Sejak tahun 1976, Yatim berusaha mengangkat nama Suku Sakai yang belum dikenal oleh masyarakat luas. Hingga akhirnya dalam Festival Budaya Tradisional Suku Asli Se-Asia Pasific yang diadakan di Pekanbaru pada tahun 1992, Suku Sakai dikenal dan mulai dipandang oleh masyarakat luas sebagai masyarakat yang memiliki budaya sendiri. Kemudian dibangunlah rumah adat suku sakai di Jalan Stadion namun terbakar dan kemudian kembali dibangun dengan rumah adat baru yang lebih kuat, yaitu besi di Desa Kesumbo Ampai yang diresmikan Januari 2016 lalu.
   Kini, keberadaan suku Sakai telah berbaur dengan masyarakat lain sebagian sudah ada yang memegang jabatan di pemerintahan dan sudah banyak yang sekolah hingga keperguruan tinggi. Sehingga sudah tampak banyak perbedaan Suku Sakai masa lalu dengan sekarang. Bila ingin mengetahui yang mana masyarakat Suku Sakai asli bisa dilihat dirumah adat, sebab rumah adat tersebut menjadi pusat kegiatan adat Suku Sakai. Selain itu, dapat pula diketahui dari bahasanya yang  mampu menggunakan bahasa Melayu tinggi.[Kanya]

0 komentar:

Posting Komentar