"Astagfirullah, uda mau jam stengah 6. Kenapa aku gak bangun yaa waktu alaram bunyi, malah tidur lagi. Aaaah aku telat." keluh gadis remaja itu. "Aah dah jam segini mana bisa solat. Gak papa lah sekali sekali."Tawanya saat ingin ke kamar mandi. "Eemm... Aku mandi dulu lalu aku masak dan sarapan, lalu aku pergi. Aku gak usa masak nasi laah... biar bude aja yang masak aku kan telat. Nanti biar aku buat alasan aja ama bude. Aku kan anak yang pandai beralasan, hahaha". tawanya sambil mandi.
Syakinas Sofi namanya, di panggil Kinas, tinggal bersama bude dan pakdenya. Dia tidak tinggal dengan orang tuanya karena ia ingin menunjukan pada orang tuanya dan teman-teman di kampung, kalau dia bisa berkembang dan berubah di kota orang(sepertinya begitu ). Hidupnya dijalankan nya sendiri. Untung saja Kinas adalah anak yang mudah beradaptasi, pintar dalam mencari alasan, dan memang pintar dlm segala hal. Pokoknya perfect. Hanya saja Kinas adalah orang yg pelupa. Jadi kadang budenya suka marah sama dia.
Sampai Kinas ke simpang rumahnya, dan menunggu oplet carteran nya datang. Dan akhirnya sampai. Di dalam oplet itu hanya satu org yang sekelas dengannya yaitu Tani. Dan Tani adalah org yang pertama kali menyapa Kinas saat duduk di oplet. Tani juga orang yang paling heboh di antara anak-anak lain di oplet. Dia slalu coment yg tidak dia sukai. Dia adalah org yg bisa di blng org pling update kalau tentang film kesukaan nya. Dan kami sama sama menyukai film korea." hai, oiya BTW kita ada pr gak hari ini". Sambut Tani dengan bertanya. "Juga. Ada, pr pkn. Aku dah siap kamu Tani sudah siap?". Kata Kinas " uda, tapi hanya sebagian, nas tengok dong". bujuk Tani " aah nanti lah di kelas aku lg malas ngeluarkan tu buku." keluh nya. "Ok lah nas." jawab Tani.
Sampainya di sekolah, Tani dan Kinas langsung ke kelas. Bisa di bilang itu ngerjain pr masal. "Ternyata banyak yaa yang ngerjain pr." kata kinas sambil masuk kelas. "Eee... Kinas muu da siap pr pkn tuu???." Keluh Sani (orang yang slalu buat tertawa dan dia orang yang bisa di bilang pintar), teman nya itu. "Udah dunk, kenapa?, mau nengok yaa...." canda Kinas pada Sani. Sani mengangguk. Datang 2 temannya lg. Yaitu Dilla dan Wati. "Nas tengok pr pkn muu".bujuk mereka berdua. "Blm siap kalian yaa..."tanya Kinas. "Belum lagi nas...."jawab Tani, Sani, Dila dan Wati dengan nada tinggi. "Ambil lah di tas ku!." perintah Kinas. "Makasi Syakinas sofi kami, cantik, pintar..."puji mereka. "Dasar konyol!, puji puji aku pas ada maunya, pas gak ada maunya aku di ejek-ejek. Aah.... dasar kalian konyol!." tawa Kinas sambil berjalan keluar kelas. Datang 2 teman nya lagi yaitu, Tika dan Vida. Mereka juga teman dekat Kinas. "Eeh kinas tengok pkn muu...." kata mereka berdua. "Tengoklah sana sama orangnya sii Wati bukuku ama orgnya." kata kinas sambil tersenyum dengan mereka.
Pkn jam terakhir tapi mereka mengerjakannya sekarang. Dan sampailah guru Bahasa Indonesia, di jam pertama. "Selamat pagi anak-anak..." sahut buk Mariam guru B.Indonesia itu. "Pagi buk..." jawab semua murid kelas 8.1. "Ibu ada pekerjaan penting jadi ibu langsung to the point aja yaa..."tegas bu Mariam. "Iya buk" jawab semua murid. "Dengarkan baik baik yaa gak ada replay nya. Buatlah pada 1 kelompok itu 7 orang. Mencari kelompok nya terserah mau satu barisan, laki laki aja atau campur juga boleh, yg penting 7 orang. Jika tidak dapat 7 orang jangan harap dapat ibu terima ok. Lalu jika sudah dapat kelompok buat nama kelompoknya lalu berikan pada ibu. Slanjutnya akan ibu terangkan". Panjang lebar buk Mariam. "Eeeh Dila, Tani, Sani, Tika, Wati, Vida kita satu kelompok yok"ajak Kinas. "Ayok..."kata mereka serentak. Semua sudah menulis nama kelompok nya dan memberikan pada buk Mariam. Lalu buk Mariam menjelas kan lagi. "Ok, jadi kita akan membuat sebuah pementasan drama dengan memakai peran utama binatang. Seperti halnya orang main wayang. Ceritanya boleh si kancil dan buaya atau cerita cerita yang berkaitan dengan hewan. Cara kerjanya kalian harus memilih sebuah cerita lalu kalian gambarkan di karton dan tempel di kardus lalu buat lah pegangan di bawah nya seperti bentuk wayang. Dan selanjutnya pilih lah seorang pencerita dan yang lain memerankan minimal 1 tokoh. Dan ini harus karya sendiri! Bukan karya orang lain. Dikumpulkan senin depan."kata sang guru menjelaskan. "mengerti!!!, sekarang rembukan pada kelompok masing2 apa saja yg harus dibuat, dimana mengerjaka. DLL. Ibuk pergi dulu. Jangan ada yg ribut, kalau mau keluar atau kekantin juga gak papa. Karena guru rapat jadi tidak belajar. Kalau tidak salah kita akan pulang cepat".kata bu Mariam. Semua murid bersorak gembira, karena mendengar kata 'pulang'. " hm.. Baiklah kita tentukan akan buat apa, dirumah siapa, dan bagaimana?."kata Kinas membuka pembicaraan. "Bagaimana kalau kita buat cerita kelinci dan kura kura" ide Vida. "Eem.. Yaa Bagus juga tuu... Biar aku yang membeli barang dan kalian kumpul uang sama aku".kata Sani tersenyum. " ya, dan sapa yang mau jadi pembaca cerita?." tanya Kinas. " aku!!!" teriak Wati. " baiklah kita kerjakan dimana?" tanya kinas lagi. "Di rumah muu... Bagaimana?" kata Dila meminta ijin. "Baiklah".santai Kinas. "Kapan kita mengerjakannya?" tanya Tika. "Gimana kalau hari rabu aja woi" kata Tani. baiklah". Kata mereka smua. Dari semenjak di bentuknya kelompok b. Indonesia itu. Timbullah rasa persahabatan diantara mereka bertujuh. Dari hari ke hari mereka semakin dekat.
tibalah hari senin. Mereka sudah menyiapkan kerja kelompok itu dan mementaskannya dng baik. Dari situ lah mereka membentuk geng yg di beri nama "NiAsLaTi KaNida". "Bagaimana klw kita membuat geng saja...??" ide Kinas. "Bagus tuu aku setuju." kata Vida dan Tika. "Yaa kami jg setuju"kata mereka smua. " tapi apa namanya" kata Wati. " aku sudah memikirkannya, nama geng kita adalah 'NiAsLaTi KaNiDa' itu singkatan dari nama belakang kita." kata Kinas senyum. "Wah Bagus tuu aku suka, dan juga kece!". Kata Sani. "Coba jelaskan kinas!" kata Dila. "Ni: Tani, As: Kinas, La: Dila, Ti: Wati, Ka: Tika, Ni: Sani, Da: Vida."jelas Kinas. "Wow you are the best, Kinas." takjub Sani. " Is The Best laah all". Kata Tani juga. "You are the best!, hahaha"kata mereka sambil tertawa bersama sama. "One for seven, and seven for one. EVER..., kita NiAsLaTi KaNiDA Best Friend for ever, hahahaha" kata meraka tertawa dan saling memeluk. "You are the best" kata mereka bersama. Yaa... Semua berawal dari sebuah kelompok b. Indonesia dan berakhir dengan NiAsLaTi KaNiDa.
Satu untuk tujuh, tujuh untuk satu. Selamanya.... 😘😊😁
Minggu, 20 November 2016
You are the BEST
Senin, 07 November 2016
Demam Budaya Barat
Alkisah
menceritakan sepasang kakak-adik perempuan yang sangat mencintai budaya luar.
Si kakak yang saat ini menduduki bangku SMA kelas X mencintai budaya Korsel
dengan kecantikan dan ketampanan para pesohornya, sedangkan si adik, pelajar
SMP kelas VIII ini mencintai budaya Hollywood dengan kreatifitas yang
menurutnya “sangat kreatif sekali”. Mereka tengah berbincang mengenai idola
mereka.
“Lebih
tampan Lee Min Ho lagi! Bukankah kau tidak lihat bagaimana putihnya laki-laki
itu?” tukas kakaknya sambil menatap tajam adiknya, sang adik pun tak ingin
kalah, akhirnya menjawablah si adik dengan pembelaan ‘Hollywood’nya.
“Ehhh?
Gak salah tu? Tampan lagi Tom Cruise! Bukankah kakak lihat bagaimana tampan dan
menawan serta gagahnya dia difilm Mission Impossible?!”
“Lee
Min Ho! Tidakkah kau lihat dia sangat cocok dengan perannya di Boys Before
Flower?”
“Tidak!
Tom Cruise di The Last Samurai!”
“Lee
Min Ho!”
“Tom
Cruise!”
“Big
Bang!”
“Westlife!”
“Girls
Generation!”
“Fifth
Harmony!”
Dan
pertengkaran mereka terus berlanjut hingga datanglah abang mereka yang saat ini
berkuliah disalah satu perguruan tinggi daerah mereka semester III.
“Ada
apa ini? Kenapa kalian bertengkar tidak jelas seperti ini?”
“Itu,
si adek demam Hollywood!”
“Eh,
dia cakap orang je, padahal dia pun same!”
“Sudah-sudah!
Bicaralah!”
“Tadi
adek lagi nonton bang, tiba-tiba kakak ni datang langsung merebut remote dari tangan adek, padahal adek
lagi asik nonton Fast and Furious 2,”
“Tadi
aku lagi santai, ingat ada film yang kubooking
hari ini jadi langsung kebawah dan nyambar remote,” celetuk sang kakak kesal, si abang pun tergeleng melihat
tingkah kedua adiknya yang tak pernah akur apabila disatukan dengan tv ataupun media eletronik lain.
Akhirnya si abang mendapat ide mengenai pertengkaran yang sering terjadi antara
mereka berdua setiap saat.
“Baiklah,
besok kalau terulang lagi, jangan harap remote
ada didekat tv lagi” tegas sang
abang yang mengejutkan kedua adiknya. Si adik terlihat lesu setelah mendengar
penjelasan sang abang lalu berjalan menuju kamarnya, dan menghilang tanpa
jejak, ataupun suara.
“Apalah,
enak kalinya abang!” kata adiknya yang SMA tak mau kalah, akhirnya masamlah
ekspresi wajah sang abang mendengar bantahan adiknya. Akhirnya remote yang semula berada
dilantaidipegangnya erat-erat lalu diapun beranjak menuju kamarnya,
meninggalkan adiknya dengan wajah terkejut.
“Nak
dibawa kemana tu remote?” akhirnya adiknya angkat suara, namun sang abang tetap
berjalan menghiraukan pertanyaan adiknya yang terus berlangsung hingga kekamar.
Namun tetap saja didengarnya pertanyaan yang sama.
Dooorr....!
Pukulan
keras dipintu kamarnya yang sontak membuatnya terkejut, dibuka paksa pintu
kamarnya dan akhirnya berdirilah sang abang dengan wajah mengerikan.
“Apa?”
tanya abangnya dingin. Sang adik tetap bertanya dimana letaknya remote namun dia menggeleng dan
mendiamkan sang adik.
“Kalau
kamu selalu menonton film seperti itu, kapan kamu belajar tentang agama kita?”
akhirnya sang abang berbicara dengan nada tenang, seolah tidak ada terjadi
apa-apa sebelumnya. Sang adik pun tertunduk mendengar ungkapan abangnya.
“Tapi
bang, islam ini rumit dan dipenuhi larangan,”
“Bukankah
itu bagus? Justru islam memberi kebebasan kepada kita untuk menunjukkan aurat
kita kepada mereka yang halal melihatnya saja. Bukankah seharusnya kebebasan
seperti itu?”
“Tapi
bang, aku kan gak mau,”
“Kalau
kamu gak mau, kapan kamu mau menjadi qurota
ayun buatku dan orangtua kita? Menjadi annisa
yang sesungguhnya? Kapan? Kalau tidak dimulai sekarang, kapan lagi? Sebelum
ajalmu tiba, bukankah perubahan itu yang seharusnya kamu lakukan? Dibanding
dengan melihat foto pesohor dan lainnya, dibanding mengidolakan Lee Min Ho yang
bahkan tidak mengetahui kamu ada, lebih baik kamu mengidolakan Rasulullah SAW
yang selalu mengingat kita bahkan hingga hembusan nafas terakhirnya.” Jelas
sang abang tanpa jeda sedikit pun, sang adik merasa tertekan sekaligus bersalah
dan sedih dengan penjelasan sang abang yang memiliki unsur benar di dalamnya.
Jadi kenapa selama ini aku harus
bertengkar dengan saudaraku demi artis yang bahkan tak mengenaliku dan
mengetahui kalau aku ada? Kenapa aku tak pernah sadar bahwa Rasulullah yang tak
pernah kuidolakan justru mengkhawatirkan kedudukanku dimata Sang Khalik hingga
ajalnya menjemput?
“Maaf,
mungkin aku yang salah, maksudku aku salah,” akhirnya si adik angkat bicara.
Abangnya pun menghelus rambutnya seraya memanggil adiknya yang lain. Sama
seperti tindakannya kepada adiknya yang mengidolakan Lee Min Ho yang tampan,
gagah, putih, dan palsu itu, abangnya menjelaskan mengenai idola adiknya kepada
Tom Cruise dan membandingkan Nabi Muhammad SAW dengan Tom Cruise.
“Apakah
Tom Cruise peduli jika kamu masuk neraka?” salah satu pertanyaan abangnya yang
membuat dirinya terkejut. Tak pernah
terpikirkan olehku sebelumnya, pikirnya dalam hati.
“Tidakkah
kalian mengetahui bahwa Nabi Muhammad SAW khawatir apabila ada umatnya yang
tidak masuk ke Syurga bersamaNya, tidakkah kalian lihat betapa pedulinya Nabi
Muhammad SAW walau Ia tak pernah mengetahui nama dan rupa kalian?”
“Cukuplah
Nabi Muhammad SAW dan sahabatnya menjadi idola kita. Karena perjuangan mereka
untuk menyiarkan islam sangat banyak, kalau saja tidak ada mereka, mungkin
hidup kita entah bagaimana berantakannya,” jelas sang abang terakhir kali
sebelum menyerahkan remote ketangan
sang adiknya yang bungsu.
+selesai+
"Mohon maaf jika menyinggung disatu kalimatnya, karena yang menulis juga masih dalam proses pembelajaran."
Jaga Pandanganmu Sobat!
Remaja, sungguh indah masa remaja
itu. Sudah pubertas, ngerasa dewasa gituh, impiannya yah yang pada umumnya deh,
semangatnya membara tapi malasnya lebih membara? Nafsunya juga lagi menggebu
tuh! Watch out for you ikhwan and akhwat!
Setan selalu berada disamping kalian (Huuu...) Bukan kayak pocong,
kuntilanak, atau vampir gituh lho... Maksudnya yah setan dong, ilustrasinya
saya juga kurang tahu nih tapi di mbah
gugel, badannya entuh merah darah, ada tanduk, punya sayap? I don’t, you guess it but betul juga tuh
bahwasanya setan menemani kita dimana saja, jadi hati-hati buat yang belum bisa
jaga pandangan.
Takutnya sih kebablasan ajah, entar
pake semboyan itu segala tuh, walah gak jaman hari gini masih pakai semboyan
‘cinta pada pandangan pertama’. Yang seharusnya kita pakai nih, ‘ada apa dengan
cinta?’ baru cocok! Kalau udah kebablasan suka, entar kenalan, TTM-an, terus
pacaran? Waduuhhh... Gimana tuh? Tahukan kalau pacaran itu dilarang di Islam?
Kalau udah kebablasan melakukan yang gituan? Gimana? Aborsi? Jalan pintasnya
sih, singkat saja tapi singkat juga nyawa ibu dan calon anaknya melayang!
Iyakan???!
Kok malah saya yah yang jadi orang
gila disini? Iya dong! Kalau baca artikel tentang aborsi itu rasanya udah mau buyseett ajah! Tuhkan udah dibilang
sebelumnya, jaga pandanganmu wahai remaja n remaji! Yah, ana tahu juga seperti
apa menjadi remaja itu... Apalagi kalau saya sendiri juga remaja, ngajak
kenalan? Sori berabe ya? (Kecuali
yang cewek deh saya minta FB ;)) Kalian harus tahu bahwa remaja itu bisa
menjadi berbeda dari lingkungannya lho! Jangan mau jadi bebek! Kemana si
pemimpin pergi kamu ngikutin dibelakang, waduuuh... Hari gini masih jadi bebek?
Apa kata tuan masa depan nanti? Kita semua harus tahu lho bahwa Rasulullah SAW
bersabda tentang kita nih, pemuda n pemudi! “Pemuda-pemuda dimasa kini adalah
pemimpin dimasa depan” Ngiler dong
kalau kita menjadi pemimpin dimasa mendatang, bisa nyuruh orang heheh...
Kitanya santai doang, tapi uppsss.... Jangan korupsi kalau sudah jadi pemimpin
ya? Kasihan rakyat yang berada dibawah kita lho... Sengsara, mereka kehausan
kita tenang saja tinggal nge-glek hasil
modal yang bukan hak kita.
Remaja masa kini ituh ya, berani
bertindak, iya berani! Tuh, adegan orang dewasa berani dilakukan, apalagi kalau
pelakunya masih pelajar SMP, SMA, atau SD? Bejat!
Berani bertindak tidak berani mengambil resiko, situ tahu saja kan kalau
sudah ehem-ehem bakal berbuah tu rahim ceweknya. Cikal bakal calon buah hati,
kalau tidak mau anaknya yah jangan dilakukan yang enaknya!
So, gimana? Masih mau melemparkan
pandangan ke sembarang orang? Yups, pintar untuk kamu yang bilang no! Apalagi yah nih, sudah tertulis di
dalam Al-Qur’an bahwasanya kita perlu menjaga pandangan, menundukkan pandangan
lebih tepatnya.
“Jalannya menunduk maksudnya? Ntar
kalau ada dinding, bagaimana?”
Tabrak! Nyerocos aja situ -_-.
Tidak percaya sama saya? Coba buka Al-Qur’an kalian di rumah, QS. An-Nur ayat
31. Sip?
“Tahu, tapikan, sulit banget.
Apalagi kalau tidak sengaja, gimana tuh?”
Tidak sengaja, lama-lama terbiasa
juganya, iya kan? Jangan nyengir, saya juga masih belajar walau masih serba
salah =.=, yang namanya belajar pasti tidak ada yang mudah bukan?
Dewasa
Dewasa
itu...
Bukan
soal besarnya fisikmu.
Bukan
soal usiamu.
Bukan
soal mulutmu.
Bukan
juga soal tingkahmu.
Namun
cara pola berfikirmu itulah yang menyebabkan kedewasaan lahir didirimu, bahkan
walau saat itu usiamu masih 10 tahun.
Boleh
saja badanmu dikatakan kerdil oleh banyak orang, namun jangan minder, karena
akan ada secercah kedewasaan dari dirimu.
Boleh
saja usiamu masih 10, bahkan 7 tahun dan banyak yang menganggap bahwa kamu
masih anak-anak, namun, jangan malu, karena akan sekeping kedewasaan dari
dirimu.
Boleh
saja mulutmu masih berbicara mengenai kartun, dan segala hal, namun jangan
takut, karena akan ada sepotong kedewasaan yang lahir dari dirimu.
Boleh
saja tingkahmu bak anak batita yang baru berjalan, namun jangan berhenti,
karena kedewasaan lahir dari sebuah kekanakan.
Biarkan
mereka mendengungkan apa yang mereka inginkan, namun jangan digubris, karena
hanya akan menambah beban pikiranmu.
Biarlah
dirimu kocak, gila, dan heboh dimata mereka, namun jangan biarkan pola pikirmu
demikian singkat akan duniawi.
Sabtu, 05 November 2016
Pacaran? Gak Lah Yauw!
Siapa
disini yang remaja? Yups, angkat tangan buat kamu yang remaja atau anak baru gede, begitulah bahasa
gaulnya, or teenagers dibahasa
inggrisnya. Seru tidak sih jadi remaja? Pasti dong, disinilah masa dimana kita
sibuk mencari jati diri kita. Berusaha berbaur dengan alam, pasti merasa ingin
lebih bebas bukan? Nah, satu problematika yang dihadapi remaja masa kini yaitu pacaran. Siapa yang tidak tahu pacaran?
Hayoo... Udah ada yang dibilang gak gaul gituh? Nah, menurut kalian lebih baik
jomblo or pacaran sih?
Sebelum
kita jawab pertanyaan itu, ada baiknya jika kita dalami makna kata pacaran itu,
“Gimana kalau yang suka beduaan, boncengan, pegangan tangan itu?” tergantung
sob. Yang dewasa ini, pacaran itu ada masanya lho, “Masa sih?” oh pastinya.
Pertama itu disebut TTM or teman tapi
mesra. “Gimana sih? Katanya teman kok pakai acara mesranya?” Nah, katanya
nih yang keginian itu masa dimana si A itu temannya B tapi so sweet n care bingitzzz.. Pernah lihat yang ginian gak? Oooh...
Setiap saat pasti jumpa bukan?
Nah,
setelah TTM itu, ada PDKT yang maknanya pacar
dekat-dekat or whatever, they called it like that so meh for me yang mana
si B belum nembak si A tapi lagaknya
seperti udah pacaran. Yang gini, pernah lihat? Pastinya dong! Inilah masa yang
mestinya ‘ditunggu’ banyak cewek kalau udah deket banget ma si do’i, iya kagak? Baru akhir dari masa illogical lovesense ini dinamakan pacaran. Itu tuh, yang mana si B selalu
anter-jemput si A, selfie bareng si
A, dan sederet aktivitas B yang selalu ada si A-nya. Cihh... Banyak banget kan?
Penat bisa-bisa ngelayani si A terus-menerus.
Sobat,
kalian musti tau kalau agama itu diturunkan sebagai jalan hidup manusia dan
islam sebagai agama yang sempurna di mata sang Pencipta datang dengan peraturan
untuk menjalankan hidup umatnya. Kalian juga tahukan kalau islam melarang yang
namanya pacaran? “Ah, sok tahu lo! Sok suci lo bawa agama segala! Rempong banget sih lo ya!” dan sederet
perkataan yang bersifat menghina dan menjatuhkan apabila kalian mengingat
saudara kalian yang berpacaran. Betul gak? Kalau gak percaya, coba saja sendiri
dan lihat reaksi mereka yang berpacaran.
Kita
harus tahu kalau islam telah membuat batas antara hubungan akhwat en ikhwan. Islam saja melarang ‘tatap-menatap’ lawan jenis,
apalagi pacaran yang natapinnya super lama! Apalagi yang namanya berduaan gituh
atau berkhalwat. Nah, hati-hati buat
kalian para akhwat yang sengaja atau
tidak sengaja berkhalwat dengan lawan
jenis, karena yang ketiga pastinya bakal jadi setan (HR. Ahmad dan Turmudzi).
Semua hal yang tidak senonoh bisa terjadi karena hasutan setan, bahkan yang
kelewatan. Waduuh! Kalau sudah
terjadi, semuanya akan jadi seperti pribahasa ‘Habis manis sepah dibuang’ habis
enaknya, main tinggal aja tuh. Gak peduli dan gak mau peduli nasib si cewek
lah.
Namun
yang namanya masa kini entuh kalau ana lihat ya, sepertinya para akhwat tidak peduli lagi dengan
kehormatannya. Lebih takut kehilangan si doi
dibanding kehilangan keperawanannya. Bukannya ane sok tahu tapi kalau surfing ke mbah gugel dan lihat catatan
*, sekitar 62% remaja SMP tidak perawan lagi (Sumber), duh, takuttt... Kalau udah gitu, yang masih
perawan mau gimana sih?
Nah,
islam itu datang sebagai sumber penjelasan dari hal-hal yang terjadi saat ini. Kamu
harus membentengi dirimu dengan iman, lalu dalami islam. Dari situ, kamu
belajar nutup aurat, jaga pandangan, dan banyak lagi yang masih harus digali
ilmunya. Baru kamu terhindar dari yang namanya pacaran.
“Alah,
gak usah sok deh! Kau kan juga pernah pacaran, malah jadi sok-sok ngatur hidup
gue. Memangnya situ emak gue apah?” Kalau ketemu kalimat yang seperti ini atau
mendekati, cukup diabaikan dan tersenyum. Karena senyum itu cantik ya? Eh,
salah! Senyum itu ibadah J *tepuk jidat*.
“Sulit
ah, ntar aku dikatain sok alim, sok suci, dan dianggap aneh oleh temanku.” Maka
dari itu dibutuhkannya sahabat yang sholeh N sholehah untuk membantu hijrah kamu supaya always istiqamah girl! Yang namanya teman itu belum sahabat, tapi
sahabat itu semuanya. Dan yang namanya sahabat itu susah nyarinya. Iyakan? Yang
pasti bukan pas susahnya dia ada, pas senangnya udah gak nampak itu batang
hidungnya. Ada yang seperti itu? Banyak sob! Yang seperti itu cukup dikasih
senyuman aja yah?
So, udah siap buat berubah? Memang rumit,
apalagi masa remaja itu masanya bunga bermekaran yah? Ngeliat cogans and cecans lewat, langsung dag dig dug hatiku~ Iya sih, memang
seperti itu ratanya tapi kita pasti mau dong lebih beda dari yang lain? Apalagi
bedanya ini bukan sekedar ‘beda’ aja. Bedanya manusia yang beragama dan yang di
akte, kk, ataupun ktpnya itu terlihat dari caranya bergaul. Dengan siapa, dan
mengapa? Betul kan?
Makanya,
remaja masa kini kudu banyakin ilmu agama karena era globalisasi, terutama lagi
remaja itu sahabatnya lingkungan bukan? Kalau lingkungannya itu anak basket,
pinginnya jadi anak basket juga. Kalau lingkungannya anak balet, pingin balet
pula, dan sebagainya. Musti bisa dong menjadi lebih beda dari lingkungan kita.
Walau remaja itu sahabatanya sama lingkungan namun ada baiknya jika kita bisa
bedakan yang namanya baik dan buruk sesuai syariat islam. Betul kan?
Bicarain
tentang pacaran, kalian pasti tahu kalau cara tingkahnya adam n hawa itu beda
bangetkan? Ada nih, katanya adam itu berbahaya dinafsunya sedangkan hawa
berbahaya dikalimatnya or mulutnya. “Apa hubungannya?” Kan sudah ditulis bahwa
adam itu berbahaya di nafsunya, jadi kudu jaga jarak dari adam namun kamu juga
harus tahu ada beberapa adam yang mana kita boleh berkomunikasi dengan mereka.
Yups, ayah, adik/abang, kakek, dan banyak lagi kalau kalian cari tahu sendiri,
heheh...
Gimana?
Hari gini masih pacaran? Gak tahu kalau waktu kita itu makin dekat ya? Saya
tekankan dibagian jaga jarak dengan adam
itu ya, karena kendaraan saja masih bisa jaga jarak, masa kamu tidak??
Alhasil,
gimana? Siap untuk berubah? Siap untuk belajar lagi? Karena ilmu kita masiih
sangat sedikit mengenai islam, dan syariatnya. Apalagi hubungan dengan lawan
jenis. “Jadi gak boleh gitu?” Boleh sih boleh, namun dengan cara yang halal
dalam pandangan islam, yaitu Menikah. “Kamu bercanda ya? Kan masih sekolah, kok
nikah?” Tau masih sekolah, tapi pacaran. Situ gimana sih? Coba lihat deh ktpnya
emak atau abah kalian, lihat di ‘status hubungan’ yang tertulis apa? “Belum
menikah/menikah” Tuh kan, masa kalian takut menjomblo sedangkan negara saja
mengakui kalian sebagai jomblo. Saya tanya deh, ada tidak tertulis di ktp atau
apapun mengenai ‘pacaran/tidak pacaran’? Gakkan? Terus kenapa pacaran? Takut
gak ada yang ngingetin situ makan? Ada tuh, emak, adik, abang or kakak, abah, atau yang ada di rumah
pasti ngingetin kan? “Tapi gak manis gitu” Manis apanya sih jeng? Manis itu
dimana-mana ya gula, gak ada orang yang ngingetin makan itu manis.
Belum
siap untuk berubah? Itulah mengapa kamu butuh seorang sahabat yang sholehah,
apalagi kalau dia mendukung kamu hijrah. Rasanya tu pingin kali jadi saudara
kandung dia. Eh? Ngomong apa sih sekarang ni? Lewatin aja tuh, kalau kamu punya
teman yang jaga jarak dengan laki-laki, dekatin dan ajak dia bersahabat
denganmu. Lalu belajar dari dia dan ajak juga dia belajar bersama. Kan seru
kalau bisa belajar islam bareng kan? Jadi istiqamah
deh hijrahnya.
Jadi??
Kira-kira apa jawaban kamu? Better jomblo
or pacaran? Yups! Pilihlah yang tepat karena pacaran itu jembatan menuju praktek zina. Kamu tahu tidak kalau
Allah sangat melarang kita untuk mendekati zina, dituliskan dalam Al-Qur’an
(Al-Isra: 32), coba lihat ya?
Gimana...
Gimana? Ngiler dengan kata hijrahnya?
Yuk, gabung di komunitas #IndonesiaTanpaPacaran untuk menyelamatkan saudari
kita dari marabahaya pacaran. Jadi beda dari yang lain itu pasti seru dong!
Apalagi kalau ada temannya, iya kagak?
So, gimana? Pacaran? Gak lah yauw!
Salam
dari Riau buat kakak N member #IndonesiaTanpaPacaran
Jilbab or Jilbab
Terik
mentari sudah menampakkan cahayanya, tak lupa pula sahutan ayam beriringan
membangun manusia dari tidurnya. Setelah mandi, aku bersiap dengan pakaian yang
semalam sudah kusiapkan. Lalu, kutatap sepilah kain yang dinamakan jilbab itu.
Bunda selalu menceritakan kain ini.
“Pakai
gak ya?” gumamku sambil memeluk jilbab tersebut, ibu mengajarkan cara untuk
memakai jilbab karena dia berkata bahwa kita harus menutup aurat. Namun apakah
agama hanya dipandang melalui aurat saja? Tidak bukan, lalu kuletak kembali
jilbab itu dan keluar kamar untuk sarapan pagi.
“Lah,
kakak mau kemana sayang? Bunda udah bilang, jangan lupa pakai jilbabnya biar
gak kemerahan lagi rambutnya,” kata bunda seraya menyerahkan sepiring nasi
goreng beserta teh hangat untukku. lalu aku menyantapnya dengan lahap. Setelah
selesai, barulah kujawab pertanyaan bunda.
“Kakak
mau ketempat kawan bun, ada tugas kelompok yang mau dikerjakan. Gak usah lah
bun, lagian panas pakai jilbab tu,” kataku sambil menyeruput teh hangat. Bunda
terlihat kecewa dengan jawabanku.
“Iya
bunda, kakak pakai,” kataku akhirnya mengalah. Aku tak mau membuat bunda marah
ataupun kecewa karena bunda sudah berkorban banyak untukku. Lalu bunda
tersenyum lega dan menyerahkan sepilah kain yang semula kuletakkan dikasur.
“Kak,
kakak harus tahu kalau jilbab ini banyak kegunaannya,” kata bunda sambil
menghelus rambutku. Aku hanya menggangguk tanda ‘ya’ lalu memakai jilbab
tersebut. Setelahnya aku berpamitan dengan bunda dan pergi menuju tempat
tujuan.
Sepanjang
perjalananku, aku selalu bertemu anak sebayaku yang mengenakan jilbab namun
lebih panjang dan tebal dariku. “Tidak kepanasan mereka do?” pertanyaan itu
selalu kugumamkan. Lalu kulihat dari jauh, ada seorang gadis yang sangat
familiar denganku, oh ya! Ana, tapi... Kok beda ya? Balutan gamis membalut
tubuhnya, lalu jilbab yang melabuh hingga dada, ditambah lagi sepasang kaus
kaki yang menutupi kakinya.
“Assalamu’alaikum,”
“Waalaikumsalam
Ana, kamu...” kalimatku terhenti karena terkejutnya aku dengan penampilan Ana yang
benar-benar berbeda dari sebelumnya.
“Mau
kemana?”
“Aku,
mau kerumah Kisha,”
“Kisha
tidak di rumah, dia sedang halaqoh hari
ini,” halaqoh? Apa itu? Tak pernah
kudengar kalimat seperti itu sebelumnya. Lalu Ana berpamitan denganku,
“Aku
mau halaqoh juga, kamu mau ikut?”
ajakan tersebut kutolak. Lalu aku kembali ke rumah dan merenung tentang kalimat
halaqoh itu. Kuambil handphoneku kemudian kukirim pesan ke
Kisha.
P;
Kisha, kamu kemana sih? Kata Ana kamu halaqoh,
kamu bisa tidak jelasin apa itu?
Namun
tak kunjung datang balasan dari Kisha, hingga akhirnya dengan terpaksa aku
menunggu dan kembali ke rumah. Sekian lama hingga aku pun tertidur.
K;
Maaf ya, aku baru pulang dari rumah kakakku. Iya benar, aku halaqoh tadi. Hm, kamu tidak tahu halaqoh? Gini nih, halaqoh itu pengajian lho. Sayang banget kalau gak ikutan. Kamu
ikut saja, besok datang ke rumahku jam 7 ok? Pakai jilbab dan khimar ya?
P;
Khimar tu apa?
K;
Putri, islam itu sudah menentukan pakaian seorang muslimah lho. Jilbab yang
kita kenal sebagai penutup kepala ternyata bukan penutup kepala lho, melainkan
baju gamis yang panjangnya hingga mata kaki. Khimar itulah yang kita kenal sebagai jilbab alias penutup kepala
atau kain yang menutupi bagian kepala dan melabuh hingga dada. Jangan lupa
pakai kaus kaki karena aurat kita itu seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak
tangan ya?
Balasan
panjang itu membuatku berpikir hingga lamanya, jadi yang selama ini bunda
bilang salah? Atau mungkin bunda tidak tahu tentang ini? Akhirnya kubongkar isi
lemari dan kutemukan sepotong gamis dan khimar
yang lumayan panjang. Kuletakkan dikasur untuk kupakai besok, lalu kucari
kaus kaki dan kutemukan satu pasang.
“Inikan
punya bunda? Kira-kira boleh kupakai tidak ya?” lalu aku pergi ke kamar bunda
dan bertanya tentang kaus kaki itu.
“Boleh,
ambillah untuk kakak,” bunda berkata seraya tersenyum. Lalu aku berterima kasih
dan kembali kekamarku. Akhirnya aku tidur untuk menunggu hari esok.
Keesokan
harinya.
Setelah
mengenakan pakaian yang sesuai dengan prosedur Kisha, akhirnya aku pergi menuju
rumahnya. Kutemui dia yang sedang menungguku didepan rumahnya.
“Masha allah, Putri kamu cantik lho kalau
berbusana seperti itu,” kalimatnya terlontar disaat aku datang menuju
tempatnya. Duh, jadi malu nih setelah dikatain begitu sama Kisha. Kulemparkan
senyuman manis kearahnya yang sedang menyusulku.
“Ayo,
kita halaqoh!” katanya sambil menarik
tanganku, aku pun mengikuti komandonya.
Setelah
15 menit perjalanan dengan jalan kaki yang kami tempuh, akhirnya sampailah kami
disuatu daerah dan pastinya aku tidak tahu dimana. Kulihat, berdiri sebuah
rumah kecil, namun kutemukan banyak sandal yang berkumpul disana. Pasti rumah ini dipenuhi banyak orang gumamku
sambil menghitung jumlah kaki yang menggunakan sandal tersebut. Namun, Kisha
mengehentikan tingkahku yang terbilang konyol ini dengan memanggilku dan
memintaku untuk masuk kerumah tersebut.
Setelah
kulihat sejenak, banyak perempuan yang mengenakan pakaian serupa denganku
tengah mendengar ceramah dari ustazah yang memimpin perkumpulan halaqoh ini. Kisha mengajakku untuk
duduk ditempat yang tersedia.
“Assalamu’alaikum
ukhti, maaf ana telat. Ana membawa seorang teman yang ingin
belajar juga,” jelas Kisha kepada Sang Ustazah dan langsung mendapat anggukan
dari ustazahnya. Lalu Kisha menyikut tanganku seraya berbisik “kenalan dulu
dong,”
“Err...
Assalamu’alaikum, perkenalkan aku Putri, senang bertemu kalian,” ucapku sedikit
gugup melihat tatapan dingin dari mereka. Lalu mereka menjawab salamku dan mengucap
‘hai’ dan kemudian aku diperkenan duduk kembali.
Halaqoh berjalan lancar, dan kuakui halaqoh sangat seru untuk diikuti,
bahkan aku tak mau meninggalkan rumah ustazah, jikalau perlu aku akan menginap.
Namun tentu saja, aku harus kembali kerumah untuk melakukan aktivitas lain.
Untuk beberapa hari kemudian, aku selalu ikut halaqoh bareng Kisha.
*tiga
bulan setelahnya
Satu
waktu, dimana aku sedang berada di rumah hanya berdua dengan ibu. Saat itu aku
bertanya lagi kepada ibu mengenai sepilah kain yang dulu kupanggil jilbab itu.
“Bun,
jilbabnya kakak pakai ya bunda” sahutku dari dalam kamar, dan saat itu ibu
berada di dapur namun jarak kamarku dengan dapur yang cukup dekat sehingga
masih terdengar panggilan.
“Pakailah
nak, biar kepalamu tidak kepanasan,” sahut ibu terdengar
“Bukan
jilbab yang itu wahai ibu tercinta,” kataku menghampiri ibu, tampak ibu
terkejut dengan kehadiranku yang mendadak.
“Kamu
ini, mengejutkan saja,”
“Suprise ibu,” hiburku yang membuat tawa
ibu terbuai. Namun tawa itu langsung terhenti ketika ibu melihatku... Dengan
penampilan yang lain.
“Lah,
kata kamu pakai jilbab tapi kok gamis sih?”
“Ibu,
jilbab yang selama ini kita kenal dengan penutup kepala ternyata bukan loh bu.
Melainkan penutup seluruh tubuh alias gamis, dan inilah pakaian yang seharusnya
para muslimah kenakan ketika hendak bepergian keluar dari rumahnya,” jelasku
kepada ibu, ibu hanya terdiam lalu melanjutkan kegiatan memasaknya.
Dan ini bentuk rasa
sayangku agar ibu dan ayah tidak disentuh bara neraka kelak akibat pertanggung jawaban ibu dan ayah atas auratku yang
terumbar kepada lelaki non mahram, gumam
hatiku sambil tersenyum dan meninggalkan ibu dengan keasyikannya sendiri.
+selesai+
Note:
“Hendaklah mereka
mengulurkan Jilbabnya ke seluruh tubuh mereka,” (QS. Al-Ahzab (33):
59)
“Dan hendaklah mereka
menutupkan kain kerudung hingga dadanya.” (QS. An-Nur (24): 31)
(Sumber judul: Jilbab or Jilbab by Dawat-Hijrahmu Inspirasi Dunia)
Amel: Anak Desa menuju Angkasa
“Kue.. kue!!
Kuenya bu, kuenya kak, dibeli-dibeli!!” teriak gadis remaja dengan baju sekolah
putih donkernya yang lusuh mencoba menjual dagangannya.
“Kue.. kue!!”
teriaknya kembali tak ingin kalah dengan suara disekitarnya. Itulah keseharian
gadis belia tersebut, berusaha mengalahkan suara yang lain demi jualannya.
Gadis itu bernama Amel, dia merupakan siswa kelas VIII SMP Negeri disekitar
desanya. Dia juga salah satu siswa berprestasi disekolahnya, tak heran dia
mampu sekolah walau dengan keadaan serba kekurangan.
Amel telah
kehilangan ibunya semenjak ia menginjak usia 5 tahun, ayahnya pun hingga kini
tak pernah ia jumpai, Amel tinggal bersama sanak saudaranya disekitar
lingkungan kumuh. Setiap harinya ia harus berjualan sedini mungkin demi
mendapat uang saku, perjalanan panjang selalu menjadi kesehariannya menuju
sekolah, maklum saja Amel tidak memiliki apapun yang mampu membawanya menuju
sekolah dengan cepat. Semak belukar, derasnya aliran air sungai, jembatan
bergoyang juga selalu menemaninya dalam perjalanan, meskipun keadaan tak begitu
memadai namun dia tak pernah patah arang, dia kerap menjadi juara dikelasnya
peringkatnya pun tak pernah jauh dari peringkat I, tidak hanya itu Amel juga
menjadi salah satu pengurus OSIS disekolahnya.
“Andai aku
memiliki sesuatu untuk sampai kesekolah dengan cepat, dan mungkin sedikit uang
untuk membantu bibi,” gumamnya yang saat ini tengah melewati derasnya aliran
air sungai, bajunya selalu basah ketika melewati sungai namun dia tak merasa terbebani
dengan bajunya, satu hal pasti yang ingin dia capai yaitu; sampai kesekolah dan
menimba ilmu sebanyak mungkin.
“Mengapa,
mengapa hanya aku yang merasakan hidup seperti ini? Mengapa? Tuhan,.. dimana
Keadilanmu untuk makhlukmu? Mengapa hanya aku yang harus merasakan hal ini?”
lirihnya sambil beristirahat sejenak. Dengan harapan akan terjadi suatu hal
namun hasilnya nihil, hanya rumput bergoyang.
“Sudah lupakan,
seharusnya aku segera kesekolah,” tukasnya sambil berlari secepat mungkin
menuju sekolah.
Bel istirahat
pun berbunyi, Amel memutuskan untuk duduk diam didalam kelas sambil mengulang
kembali pelajaran yang telah dipelajarinya bersama guru tercintanya; buk Intan.
“Amel! Sedang apa kamu!?” kejut salah seorang temannya, Cici.
“Aku hanya
mengulang pelajaran, ci,” jawab Amel tenang.
“Hey, kamu tidak
pergi kekantin?” tanya Sekar.
“Uh tidak, aku tidak
lapar,” jawab Amel bohong.
“Atau mungkin
kamu ingin ‘menabung’ lagi?” jawab Gusna tenang, suasana hening sementara,
terdengar bisikan lirih dari bibir Amel.
“Iya,”
“Nah, aku punya
uang lebih dikasih mama tadi, kamu belilah sesuatu dan simpan saja
kembaliannya,” kata Sekar sambil menyerahkan uang sebesar sepuluh ribu ke Amel.
“Tidak perlu
Sekar,” jawab Amel mencoba menolak.
“Simpan saja,
aku ikhlas kok,” jawab Sekar dengan nada memaksa, mau tidak mau Amel pun menerima
uang yang diberikan Sekar.
“Te.. terima
kasih, Sekar,..” jawab Amel dengan nada lemah.
“Tidak perlu,
Amel kalau kamu butuh bantuan, kamu cukup bilang masalahnya, kami akan mencoba
membantu walau terkadang tidak berhasil,” jawab Cici sambil meneguk air mineral
yang dibelinya tadi.
“Kamu serius
saja ci, Amel kalau ada masalah bilang ya? Kami bantu kok,” jawab Gusna sambil
memeluk Amel erat.
“Terima kasih,
teman-teman,” jawab Amel terisak.
“Terima kasih
kembali,” jawab Sekar ikut bergabung.
Jam pelajaran
pun berakhir, dan bel menandakan bahwa seluruh siswa telah diperbolehkan
kembali pulang, namun..
“Pengumuman,
bagi siswa yang ingin mendaftarkan diri untuk perlombaan dalam rangka hari
Kartini, silahkan mendaftar ke Rini kelas VIII-D, terima kasih.” Terdengar
pengumuman melalui speaker yang bergantung di dinding lorong sekolah.
“Hey, dengar kah
kalian? Akan ada lomba untuk hari Kartini! Kita ikutan yuk!” jawab Sekar
bersemangat.
“Aku tidak
tahu,” jawab Amel dengan nada penuh keraguan.
“Ayolah mel,
lombanya itu baca Puisi, buat Cerpen, lomba Teater, Vokal solo atau Grup, dan
Fashion show, kamu kan punya karangan yang bagus! Kenapa tidak ikut lomba saja?”
rayu Cici memeluk tangan Amel.
“Tapi..,”
“Tidak bertapi-tapi,
kita akan ikut lomba tulis Cerpen, kecuali untuk Sekar yang hobi Fashion show.
Aku akan mendaftarkan nama kita ke Rini untuk lomba, sampai besok!” lugas Gusna
sambil melambai tangannya menjauh menuju kelas VIII-D.
“Tapikan aku
tidak setuju,” jawab Amel.
“Mel, kalau
menang lumayan loh, dapat uang, trophy, sertifikat, dan perlengkapan sekolah
loh,” jawab Sekar santai.
“Namun apa yang
akan kubuat?” tanya Amel dengan suara lirih.
“Mereka
mengangkat tema tentang persahabatan, mengapa tidak buat cerpen tentang sahabat?”
jawab Cici penuh harapan.
“Hm, baiklah
akan kubuat besok, aku harus segera pulang nih, dah teman-teman!” teriak Amel
berlari menuju gerbang sekolah.
Diperjalanan
Amel hanya termenung memikirkan perlombaan yang akan diadakan lima hari dari
sekarang.
“Mungkin inilah
jawaban dari do’aku tadi,” jawabnya menatap langit biru.
“Aku harus bisa
memenangkan lomba itu, harus menang!” teriak Amel menerawang langit.
Sesampainya.
“Amel, sudah
sampai. Mari makan nak,” ajak Bibi Marta menyuguhkan sepiring nasi dengan sisa
lauk kemarin.
“Eh bibi tahu
tidak? Sekolah mengadakan lomba loh bi! Katanya kalau menang lomba bisa dapat
uang, trophy, sertifikat, dan perlengkapan sekolah,” kata Amel tak
henti-hentinya tersenyum bahagia, bibinya tertawa melihat semangat
keponakannya.
“Nak, ikutilah
lomba itu, bibi selalu mendukungmu,” kata bibi Marta menghelus kepala Amel yang
teralaskan oleh hijab sekolahnya.
“Bibi terima
kasih!” teriak Amel bahagia seraya memeluk bibinya, bibi Marta pun membalas
pelukan Amel dan mencium keningnya.
“Kamu pasti bisa
nak, kamu pasti bisa,” bisik bibi menenangkan kegundahan hati Amel tentang
ketidak-inginannya ikut lomba.
*keesokan
harinya
“Jadi bagaimana?
Apa tema untuk cerpen kita?,” tanya Sekar tengah melahap kue bolu yang dibawanya
dari rumah.
“Makan dulu baru
ngomong. Mereka meminta kita menuliskan masa lalu kita,” jawab Gusna sambil
menghelus kepalanya.
“Heheh, maaf,”
tawa Sekar.
“Lah, tentang
sahabat?” tanya Cici tidak percaya.
“Tidak jadi,”
jawab Gusna tenang.
“Jadi bebas yang
mana saja?” tanya Amel membaca buku yang dipinjamnya di perpustakaan sekolah.
“Yups,” jawab
Gusna singkat sambil meminum teh hangat yang dibawanya.
“Jadi kapan
pengumpulan naskah cerpennya na?” tanya Cici.
“Dua hari lagi
batasnya,” jawab Gusna.
“Baiklah, terima
kasih Gusna untuk informasinya, aku pasti akan membuat naskahnya setelah pulang
sekolah,” kata Amel semangat.
“Nah, seperti
itu seharusnya Amel teman kita, bukan yang bisanya pasrah saja,” jawab Sekar
menggoda, mereka berempat pun tertawa.
Sesampai di
istananya, Amel langsung menumpahkan perasaannya ke dalam secarik kertas. Aku akan mengangkat kisah perjalanan anak
desa menuju angkasa sajalah, pikir gadis remaja tersebut yang masih
terhanyut ke dalam naskah cerpennya. Harus
bisa menang! Untuk membantu bibi dengan hasil uang dan juga seritifikatnya
untukku mendaftar beasiswa bulan ini, gumamnya melanjutkan tulisan
cerpennya.
Selang-seling
suara ayam bertautan, sinar mentari menyingsih langit, dan burung pun mulai
berkicau merdu. Amel bangun dengan semangat membara, kamu pasti bisa Amel! Gumamnya langsung beranjak untuk berangkat.
Tidak
bosan-bosannya, arungan sungai menjadi tantangan terakhir Amel menuju sekolah
tempatnya menimba ilmu, disaat melewati jembatan reyot yang ada, tiba-tiba
kertas cerpen yang kemarin ditulisnya terbawa arus angin dan mendarat diarus
sungai yang deras.
“Kertasnya....”
keluh Amel lirih seraya menatap kosong kearah kertasnya yang dengan cepat pergi
mengikuti arus sungai. Sepanjang perjalanan, Amel hanya menatap kosong
lingkungan sekitarnya, lalu, bagaimana
aku mengikuti lomba itu? Sedang inspirasinya sudah lenyap terbawa badai, hatinya
berbisik perih.
“Amel!!!” suara itu, Cici. Selalu datang untuk
mengkagetkanku. Amel menatap mata Cici dengan tatapan kosong, lalu
tertunduk kembali. Nafasnya yang terhembus lirih membuat temannya heran dengan
sikapnya.
“Bagaimana?
Sukses?” tanya Sekar seraya merangkul Amel. Amel hanya menggeleng kepalanya
lalu bertindih kepala dikedua tangannya.
“Apa yang terjadi?” ulang Sekar lagi. Amel hanya
mampu memberi tatapan sedih kepadanya, Sekar yang sepertinya mengerti perasaan
Amel tiba-tiba menyerahkan secarik kertas dengan warna tinta yang perlahan
buram.
“Hey! Naskahnya!
Dimana kamu jumpa?” jawab Amel tiba-tiba semangat, walau karyanya hancur
diselimuti air tadi pagi.
“Yah, ada kertas
yang mengalir di sungai jadi aku mengikutinya, dan ternyata cerpen dan
tulisannya mirip sekali dengan milikmu, jadi kukeringkan lalu kubawa. Yah,
maafkan karena tidak seperti semula keadaannya,” lirih Sekar. Amel dengan haru
menatap lalu tersenyum dan memeluk Sekar. Lalu, disalinnya cerpen itu ke dalam
kertas baru dan memberinya kepada Gusna.
“Lengkap dengan
nama pengarang?” tanya Gusna ragu, namun Sekar meyakinkannya sehingga Gusna
hanya mampu berbalik dan pergi menuju tempat penyerahan persyaratan lomba.
Bersambung