• Satu Tahun Enam Perstasi

    Penyerahan Piala dan penghargaan lomba PBB kepada SMPN 17 Mandau

  • Puncak Penanaman Satu Miliyar Pohon

    Wawancara bersama Sekretaris Daerah Kabupaten Bengkalis. Burhanuddin pada acara Puncak Penanaman Satu Miliyar Pohon di Kesumbo Ampai

  • Foto Bersama Hari Pendidikan

    Foto Majelis Guru, Staf Tata Usaha dan Kepala SMPN 17 Mandau

Minggu, 20 November 2016

You are the BEST

"Astagfirullah, uda mau jam stengah 6. Kenapa aku gak bangun yaa waktu alaram bunyi,  malah tidur lagi.  Aaaah aku telat." keluh gadis remaja itu.  "Aah dah jam segini mana bisa solat.  Gak papa lah sekali sekali."Tawanya saat ingin ke kamar mandi.  "Eemm... Aku mandi dulu lalu aku masak dan sarapan,  lalu aku pergi.  Aku gak usa masak nasi laah... biar bude aja yang masak aku kan telat.  Nanti biar aku buat alasan aja ama bude.  Aku kan anak yang pandai beralasan, hahaha". tawanya sambil mandi.
   Syakinas Sofi namanya, di panggil Kinas, tinggal bersama bude dan pakdenya.  Dia tidak tinggal dengan orang tuanya karena ia ingin menunjukan pada orang tuanya dan teman-teman di kampung, kalau dia bisa berkembang dan berubah di kota orang(sepertinya begitu ). Hidupnya dijalankan nya sendiri.  Untung saja Kinas adalah anak yang mudah beradaptasi, pintar dalam mencari alasan,  dan memang pintar dlm segala hal.  Pokoknya perfect. Hanya saja Kinas adalah orang yg pelupa.  Jadi kadang budenya suka marah sama dia.
    Sampai Kinas ke simpang rumahnya, dan menunggu oplet carteran nya datang.  Dan akhirnya sampai.  Di dalam oplet itu hanya satu org yang sekelas dengannya yaitu Tani. Dan Tani adalah org yang pertama kali menyapa Kinas saat duduk di oplet. Tani juga orang yang paling heboh di antara anak-anak lain di oplet. Dia slalu coment  yg tidak dia sukai. Dia adalah org yg bisa di blng org pling update kalau tentang film kesukaan nya. Dan kami sama sama menyukai film korea." hai, oiya BTW kita ada pr gak hari ini". Sambut Tani dengan bertanya. "Juga. Ada,  pr pkn. Aku dah siap kamu Tani sudah siap?". Kata Kinas " uda, tapi hanya sebagian,  nas tengok dong". bujuk Tani " aah nanti lah di kelas aku lg malas ngeluarkan tu buku." keluh nya.  "Ok lah nas." jawab Tani.
   Sampainya di sekolah, Tani dan Kinas langsung ke kelas.  Bisa di bilang itu ngerjain pr masal. "Ternyata banyak yaa yang ngerjain pr." kata kinas sambil masuk kelas. "Eee... Kinas muu da siap pr pkn tuu???." Keluh Sani (orang yang slalu buat tertawa dan dia orang yang bisa di bilang pintar), teman nya itu. "Udah dunk, kenapa?, mau nengok yaa...." canda Kinas pada Sani.  Sani mengangguk. Datang 2 temannya lg.  Yaitu Dilla dan Wati. "Nas tengok pr pkn muu".bujuk mereka berdua. "Blm siap kalian yaa..."tanya Kinas. "Belum lagi nas...."jawab Tani, Sani, Dila dan Wati dengan nada tinggi. "Ambil lah di tas ku!." perintah Kinas. "Makasi Syakinas sofi kami, cantik, pintar..."puji mereka. "Dasar konyol!, puji puji aku pas ada maunya, pas gak ada maunya aku di ejek-ejek.  Aah.... dasar kalian konyol!." tawa Kinas sambil berjalan keluar kelas. Datang 2 teman nya lagi yaitu, Tika dan Vida.  Mereka juga teman dekat Kinas. "Eeh kinas tengok pkn muu...." kata mereka berdua.  "Tengoklah sana sama orangnya sii Wati bukuku ama orgnya." kata kinas sambil tersenyum dengan mereka.
    Pkn jam terakhir tapi mereka mengerjakannya sekarang. Dan sampailah guru Bahasa Indonesia,  di jam pertama. "Selamat pagi anak-anak..." sahut buk Mariam guru B.Indonesia itu. "Pagi buk..." jawab semua murid kelas 8.1. "Ibu ada pekerjaan penting jadi ibu langsung to the point aja yaa..."tegas bu Mariam. "Iya buk" jawab semua murid. "Dengarkan baik baik yaa gak ada replay nya. Buatlah pada 1 kelompok itu 7 orang. Mencari kelompok nya terserah mau satu barisan, laki laki aja atau campur juga boleh, yg penting 7 orang.  Jika tidak dapat 7 orang jangan harap dapat ibu terima ok.  Lalu jika sudah dapat kelompok buat nama kelompoknya lalu berikan pada ibu.  Slanjutnya akan ibu terangkan". Panjang lebar buk Mariam. "Eeeh Dila, Tani, Sani, Tika, Wati, Vida kita satu kelompok yok"ajak Kinas.  "Ayok..."kata mereka serentak. Semua sudah menulis nama kelompok nya dan memberikan pada buk Mariam. Lalu buk Mariam menjelas kan lagi. "Ok, jadi kita akan membuat sebuah pementasan drama dengan memakai peran utama binatang. Seperti halnya orang main wayang. Ceritanya boleh si kancil dan buaya atau cerita cerita yang berkaitan dengan hewan.  Cara kerjanya kalian harus memilih sebuah cerita lalu kalian gambarkan di karton dan tempel di kardus lalu buat lah pegangan di bawah nya seperti bentuk wayang.  Dan selanjutnya pilih lah seorang pencerita dan yang lain memerankan minimal 1 tokoh.  Dan ini harus karya sendiri! Bukan karya orang lain. Dikumpulkan senin depan."kata sang guru menjelaskan. "mengerti!!!, sekarang rembukan pada kelompok masing2 apa saja yg harus dibuat, dimana mengerjaka. DLL. Ibuk pergi dulu.  Jangan ada yg ribut, kalau mau keluar atau kekantin juga gak papa.  Karena guru rapat jadi tidak belajar.  Kalau tidak salah kita akan pulang cepat".kata bu Mariam.  Semua murid bersorak gembira,  karena mendengar kata 'pulang'. " hm..  Baiklah kita tentukan akan buat apa, dirumah siapa, dan bagaimana?."kata Kinas membuka pembicaraan. "Bagaimana kalau kita buat cerita kelinci dan kura kura" ide Vida.  "Eem..  Yaa Bagus juga tuu... Biar aku yang membeli barang dan kalian kumpul uang sama aku".kata Sani tersenyum. " ya, dan sapa yang mau jadi pembaca cerita?." tanya Kinas. " aku!!!" teriak Wati. " baiklah kita kerjakan dimana?" tanya kinas lagi. "Di rumah muu...  Bagaimana?" kata Dila meminta ijin. "Baiklah".santai Kinas.  "Kapan kita mengerjakannya?" tanya Tika. "Gimana kalau hari rabu aja woi" kata Tani. baiklah". Kata mereka smua.  Dari semenjak di bentuknya kelompok b.  Indonesia itu. Timbullah rasa persahabatan diantara mereka bertujuh. Dari hari ke hari mereka semakin dekat.
     tibalah hari senin. Mereka sudah menyiapkan kerja kelompok itu dan mementaskannya dng baik. Dari situ lah mereka membentuk geng yg di beri nama "NiAsLaTi KaNida". "Bagaimana klw kita membuat geng saja...??" ide Kinas. "Bagus tuu aku setuju." kata Vida dan Tika. "Yaa kami jg setuju"kata mereka smua. " tapi apa namanya" kata Wati. " aku sudah memikirkannya, nama geng kita adalah 'NiAsLaTi KaNiDa' itu singkatan dari nama belakang kita." kata Kinas senyum. "Wah Bagus tuu aku suka, dan juga kece!". Kata Sani. "Coba jelaskan kinas!" kata Dila. "Ni: Tani, As: Kinas, La: Dila, Ti: Wati, Ka: Tika, Ni: Sani, Da: Vida."jelas Kinas. "Wow you are the best, Kinas." takjub Sani. " Is The Best laah all". Kata Tani juga. "You are the best!, hahaha"kata mereka sambil tertawa bersama sama. "One for seven, and seven for one. EVER..., kita NiAsLaTi KaNiDA Best Friend for ever, hahahaha" kata meraka tertawa dan saling memeluk. "You are the best" kata mereka bersama. Yaa...  Semua berawal dari sebuah kelompok b. Indonesia dan berakhir dengan NiAsLaTi KaNiDa.  
  Satu untuk tujuh, tujuh untuk satu. Selamanya.... 😘😊😁

Senin, 07 November 2016

Demam Budaya Barat

Alkisah menceritakan sepasang kakak-adik perempuan yang sangat mencintai budaya luar. Si kakak yang saat ini menduduki bangku SMA kelas X mencintai budaya Korsel dengan kecantikan dan ketampanan para pesohornya, sedangkan si adik, pelajar SMP kelas VIII ini mencintai budaya Hollywood dengan kreatifitas yang menurutnya “sangat kreatif sekali”. Mereka tengah berbincang mengenai idola mereka.
“Lebih tampan Lee Min Ho lagi! Bukankah kau tidak lihat bagaimana putihnya laki-laki itu?” tukas kakaknya sambil menatap tajam adiknya, sang adik pun tak ingin kalah, akhirnya menjawablah si adik dengan pembelaan ‘Hollywood’nya.
“Ehhh? Gak salah tu? Tampan lagi Tom Cruise! Bukankah kakak lihat bagaimana tampan dan menawan serta gagahnya dia difilm Mission Impossible?!”
“Lee Min Ho! Tidakkah kau lihat dia sangat cocok dengan perannya di Boys Before Flower?”
“Tidak! Tom Cruise di The Last Samurai!”
“Lee Min Ho!”
“Tom Cruise!”
“Big Bang!”
“Westlife!”
“Girls Generation!”
“Fifth Harmony!”
Dan pertengkaran mereka terus berlanjut hingga datanglah abang mereka yang saat ini berkuliah disalah satu perguruan tinggi daerah mereka semester III.
“Ada apa ini? Kenapa kalian bertengkar tidak jelas seperti ini?”
“Itu, si adek demam Hollywood!”
“Eh, dia cakap orang je, padahal dia pun same!”
“Sudah-sudah! Bicaralah!”
“Tadi adek lagi nonton bang, tiba-tiba kakak ni datang langsung merebut remote dari tangan adek, padahal adek lagi asik nonton Fast and Furious 2,”
“Yang lebih tua ni apa pasal?”
“Tadi aku lagi santai, ingat ada film yang kubooking hari ini jadi langsung kebawah dan nyambar remote,” celetuk sang kakak kesal, si abang pun tergeleng melihat tingkah kedua adiknya yang tak pernah akur apabila disatukan dengan tv ataupun media eletronik lain. Akhirnya si abang mendapat ide mengenai pertengkaran yang sering terjadi antara mereka berdua setiap saat.
“Baiklah, besok kalau terulang lagi, jangan harap remote ada didekat tv lagi” tegas sang abang yang mengejutkan kedua adiknya. Si adik terlihat lesu setelah mendengar penjelasan sang abang lalu berjalan menuju kamarnya, dan menghilang tanpa jejak, ataupun suara.
“Apalah, enak kalinya abang!” kata adiknya yang SMA tak mau kalah, akhirnya masamlah ekspresi wajah sang abang mendengar bantahan adiknya. Akhirnya remote yang semula berada dilantaidipegangnya erat-erat lalu diapun beranjak menuju kamarnya, meninggalkan adiknya dengan wajah terkejut.
“Nak dibawa kemana tu remote?” akhirnya adiknya angkat suara, namun sang abang tetap berjalan menghiraukan pertanyaan adiknya yang terus berlangsung hingga kekamar. Namun tetap saja didengarnya pertanyaan yang sama.
Dooorr....!
Pukulan keras dipintu kamarnya yang sontak membuatnya terkejut, dibuka paksa pintu kamarnya dan akhirnya berdirilah sang abang dengan wajah mengerikan.
“Apa?” tanya abangnya dingin. Sang adik tetap bertanya dimana letaknya remote namun dia menggeleng dan mendiamkan sang adik.
“Kalau kamu selalu menonton film seperti itu, kapan kamu belajar tentang agama kita?” akhirnya sang abang berbicara dengan nada tenang, seolah tidak ada terjadi apa-apa sebelumnya. Sang adik pun tertunduk mendengar ungkapan abangnya.
“Tapi bang, islam ini rumit dan dipenuhi larangan,”
“Bukankah itu bagus? Justru islam memberi kebebasan kepada kita untuk menunjukkan aurat kita kepada mereka yang halal melihatnya saja. Bukankah seharusnya kebebasan seperti itu?”
“Tapi bang, aku kan gak mau,”
“Kalau kamu gak mau, kapan kamu mau menjadi qurota ayun buatku dan orangtua kita? Menjadi annisa yang sesungguhnya? Kapan? Kalau tidak dimulai sekarang, kapan lagi? Sebelum ajalmu tiba, bukankah perubahan itu yang seharusnya kamu lakukan? Dibanding dengan melihat foto pesohor dan lainnya, dibanding mengidolakan Lee Min Ho yang bahkan tidak mengetahui kamu ada, lebih baik kamu mengidolakan Rasulullah SAW yang selalu mengingat kita bahkan hingga hembusan nafas terakhirnya.” Jelas sang abang tanpa jeda sedikit pun, sang adik merasa tertekan sekaligus bersalah dan sedih dengan penjelasan sang abang yang memiliki unsur benar di dalamnya.
Jadi kenapa selama ini aku harus bertengkar dengan saudaraku demi artis yang bahkan tak mengenaliku dan mengetahui kalau aku ada? Kenapa aku tak pernah sadar bahwa Rasulullah yang tak pernah kuidolakan justru mengkhawatirkan kedudukanku dimata Sang Khalik hingga ajalnya menjemput?
“Maaf, mungkin aku yang salah, maksudku aku salah,” akhirnya si adik angkat bicara. Abangnya pun menghelus rambutnya seraya memanggil adiknya yang lain. Sama seperti tindakannya kepada adiknya yang mengidolakan Lee Min Ho yang tampan, gagah, putih, dan palsu itu, abangnya menjelaskan mengenai idola adiknya kepada Tom Cruise dan membandingkan Nabi Muhammad SAW dengan Tom Cruise.
“Apakah Tom Cruise peduli jika kamu masuk neraka?” salah satu pertanyaan abangnya yang membuat dirinya terkejut. Tak pernah terpikirkan olehku sebelumnya, pikirnya dalam hati.
“Tidakkah kalian mengetahui bahwa Nabi Muhammad SAW khawatir apabila ada umatnya yang tidak masuk ke Syurga bersamaNya, tidakkah kalian lihat betapa pedulinya Nabi Muhammad SAW walau Ia tak pernah mengetahui nama dan rupa kalian?”

“Cukuplah Nabi Muhammad SAW dan sahabatnya menjadi idola kita. Karena perjuangan mereka untuk menyiarkan islam sangat banyak, kalau saja tidak ada mereka, mungkin hidup kita entah bagaimana berantakannya,” jelas sang abang terakhir kali sebelum menyerahkan remote ketangan sang adiknya yang bungsu.
+selesai+
"Mohon maaf jika menyinggung disatu kalimatnya, karena yang menulis juga masih dalam proses pembelajaran."

Jaga Pandanganmu Sobat!

Remaja, sungguh indah masa remaja itu. Sudah pubertas, ngerasa dewasa gituh, impiannya yah yang pada umumnya deh, semangatnya membara tapi malasnya lebih membara? Nafsunya juga lagi menggebu tuh! Watch out for you ikhwan and akhwat! Setan selalu berada disamping kalian (Huuu...) Bukan kayak pocong, kuntilanak, atau vampir gituh lho... Maksudnya yah setan dong, ilustrasinya saya juga kurang tahu nih tapi di mbah gugel, badannya entuh merah darah, ada tanduk, punya sayap? I don’t, you guess it but betul juga tuh bahwasanya setan menemani kita dimana saja, jadi hati-hati buat yang belum bisa jaga pandangan.
Takutnya sih kebablasan ajah, entar pake semboyan itu segala tuh, walah gak jaman hari gini masih pakai semboyan ‘cinta pada pandangan pertama’. Yang seharusnya kita pakai nih, ‘ada apa dengan cinta?’ baru cocok! Kalau udah kebablasan suka, entar kenalan, TTM-an, terus pacaran? Waduuhhh... Gimana tuh? Tahukan kalau pacaran itu dilarang di Islam? Kalau udah kebablasan melakukan yang gituan? Gimana? Aborsi? Jalan pintasnya sih, singkat saja tapi singkat juga nyawa ibu dan calon anaknya melayang! Iyakan???!
Kok malah saya yah yang jadi orang gila disini? Iya dong! Kalau baca artikel tentang aborsi itu rasanya udah mau buyseett ajah! Tuhkan udah dibilang sebelumnya, jaga pandanganmu wahai remaja n remaji! Yah, ana tahu juga seperti apa menjadi remaja itu... Apalagi kalau saya sendiri juga remaja, ngajak kenalan? Sori berabe ya? (Kecuali yang cewek deh saya minta FB ;)) Kalian harus tahu bahwa remaja itu bisa menjadi berbeda dari lingkungannya lho! Jangan mau jadi bebek! Kemana si pemimpin pergi kamu ngikutin dibelakang, waduuuh... Hari gini masih jadi bebek? Apa kata tuan masa depan nanti? Kita semua harus tahu lho bahwa Rasulullah SAW bersabda tentang kita nih, pemuda n pemudi! “Pemuda-pemuda dimasa kini adalah pemimpin dimasa depan” Ngiler dong kalau kita menjadi pemimpin dimasa mendatang, bisa nyuruh orang heheh... Kitanya santai doang, tapi uppsss.... Jangan korupsi kalau sudah jadi pemimpin ya? Kasihan rakyat yang berada dibawah kita lho... Sengsara, mereka kehausan kita tenang saja tinggal nge-glek hasil modal yang bukan hak kita.
Remaja masa kini ituh ya, berani bertindak, iya berani! Tuh, adegan orang dewasa berani dilakukan, apalagi kalau pelakunya masih pelajar SMP, SMA, atau SD? Bejat! Berani bertindak tidak berani mengambil resiko, situ tahu saja kan kalau sudah ehem-ehem bakal berbuah tu rahim ceweknya. Cikal bakal calon buah hati, kalau tidak mau anaknya yah jangan dilakukan yang enaknya!
So, gimana? Masih mau melemparkan pandangan ke sembarang orang? Yups, pintar untuk kamu yang bilang no! Apalagi yah nih, sudah tertulis di dalam Al-Qur’an bahwasanya kita perlu menjaga pandangan, menundukkan pandangan lebih tepatnya.
“Jalannya menunduk maksudnya? Ntar kalau ada dinding, bagaimana?”
Tabrak! Nyerocos aja situ -_-. Tidak percaya sama saya? Coba buka Al-Qur’an kalian di rumah, QS. An-Nur ayat 31. Sip?
“Tahu, tapikan, sulit banget. Apalagi kalau tidak sengaja, gimana tuh?”

Tidak sengaja, lama-lama terbiasa juganya, iya kan? Jangan nyengir, saya juga masih belajar walau masih serba salah =.=, yang namanya belajar pasti tidak ada yang mudah bukan?

Dewasa

Dewasa itu...
Bukan soal besarnya fisikmu.
Bukan soal usiamu.
Bukan soal mulutmu.
Bukan juga soal tingkahmu.
Namun cara pola berfikirmu itulah yang menyebabkan kedewasaan lahir didirimu, bahkan walau saat itu usiamu masih 10 tahun.
Boleh saja badanmu dikatakan kerdil oleh banyak orang, namun jangan minder, karena akan ada secercah kedewasaan dari dirimu.
Boleh saja usiamu masih 10, bahkan 7 tahun dan banyak yang menganggap bahwa kamu masih anak-anak, namun, jangan malu, karena akan sekeping kedewasaan dari dirimu.
Boleh saja mulutmu masih berbicara mengenai kartun, dan segala hal, namun jangan takut, karena akan ada sepotong kedewasaan yang lahir dari dirimu.
Boleh saja tingkahmu bak anak batita yang baru berjalan, namun jangan berhenti, karena kedewasaan lahir dari sebuah kekanakan.
Biarkan mereka mendengungkan apa yang mereka inginkan, namun jangan digubris, karena hanya akan menambah beban pikiranmu.

Biarlah dirimu kocak, gila, dan heboh dimata mereka, namun jangan biarkan pola pikirmu demikian singkat akan duniawi.

Sabtu, 05 November 2016

Pacaran? Gak Lah Yauw!

Siapa disini yang remaja? Yups, angkat tangan buat kamu yang remaja atau anak baru gede, begitulah bahasa gaulnya, or teenagers dibahasa inggrisnya. Seru tidak sih jadi remaja? Pasti dong, disinilah masa dimana kita sibuk mencari jati diri kita. Berusaha berbaur dengan alam, pasti merasa ingin lebih bebas bukan? Nah, satu problematika yang dihadapi remaja masa kini yaitu pacaran. Siapa yang tidak tahu pacaran? Hayoo... Udah ada yang dibilang gak gaul gituh? Nah, menurut kalian lebih baik jomblo or pacaran sih?
Sebelum kita jawab pertanyaan itu, ada baiknya jika kita dalami makna kata pacaran itu, “Gimana kalau yang suka beduaan, boncengan, pegangan tangan itu?” tergantung sob. Yang dewasa ini, pacaran itu ada masanya lho, “Masa sih?” oh pastinya. Pertama itu disebut TTM or teman tapi mesra. “Gimana sih? Katanya teman kok pakai acara mesranya?” Nah, katanya nih yang keginian itu masa dimana si A itu temannya B tapi so sweet n care bingitzzz.. Pernah lihat yang ginian gak? Oooh... Setiap saat pasti jumpa bukan?
Nah, setelah TTM itu, ada PDKT yang maknanya pacar dekat-dekat or whatever, they called it like that so meh for me yang mana si B belum nembak si A tapi lagaknya seperti udah pacaran. Yang gini, pernah lihat? Pastinya dong! Inilah masa yang mestinya ‘ditunggu’ banyak cewek kalau udah deket banget ma si do’i, iya kagak? Baru akhir dari masa illogical lovesense ini dinamakan pacaran. Itu tuh, yang mana si B selalu anter-jemput si A, selfie bareng si A, dan sederet aktivitas B yang selalu ada si A-nya. Cihh... Banyak banget kan? Penat bisa-bisa ngelayani si A terus-menerus.
Sobat, kalian musti tau kalau agama itu diturunkan sebagai jalan hidup manusia dan islam sebagai agama yang sempurna di mata sang Pencipta datang dengan peraturan untuk menjalankan hidup umatnya. Kalian juga tahukan kalau islam melarang yang namanya pacaran? “Ah, sok tahu lo! Sok suci lo bawa agama segala! Rempong banget sih lo ya!” dan sederet perkataan yang bersifat menghina dan menjatuhkan apabila kalian mengingat saudara kalian yang berpacaran. Betul gak? Kalau gak percaya, coba saja sendiri dan lihat reaksi mereka yang berpacaran.
Kita harus tahu kalau islam telah membuat batas antara hubungan akhwat en ikhwan. Islam saja melarang ‘tatap-menatap’ lawan jenis, apalagi pacaran yang natapinnya super lama! Apalagi yang namanya berduaan gituh atau berkhalwat. Nah, hati-hati buat kalian para akhwat yang sengaja atau tidak sengaja berkhalwat dengan lawan jenis, karena yang ketiga pastinya bakal jadi setan (HR. Ahmad dan Turmudzi). Semua hal yang tidak senonoh bisa terjadi karena hasutan setan, bahkan yang kelewatan. Waduuh! Kalau sudah terjadi, semuanya akan jadi seperti pribahasa ‘Habis manis sepah dibuang’ habis enaknya, main tinggal aja tuh. Gak peduli dan gak mau peduli nasib si cewek lah.
Namun yang namanya masa kini entuh kalau ana lihat ya, sepertinya para akhwat tidak peduli lagi dengan kehormatannya. Lebih takut kehilangan si doi dibanding kehilangan keperawanannya. Bukannya ane sok tahu tapi kalau surfing ke mbah gugel dan lihat catatan *, sekitar 62% remaja SMP tidak perawan lagi (Sumber), duh, takuttt... Kalau udah gitu, yang masih perawan mau gimana sih?
Nah, islam itu datang sebagai sumber penjelasan dari hal-hal yang terjadi saat ini. Kamu harus membentengi dirimu dengan iman, lalu dalami islam. Dari situ, kamu belajar nutup aurat, jaga pandangan, dan banyak lagi yang masih harus digali ilmunya. Baru kamu terhindar dari yang namanya pacaran.
“Alah, gak usah sok deh! Kau kan juga pernah pacaran, malah jadi sok-sok ngatur hidup gue. Memangnya situ emak gue apah?” Kalau ketemu kalimat yang seperti ini atau mendekati, cukup diabaikan dan tersenyum. Karena senyum itu cantik ya? Eh, salah! Senyum itu ibadah J *tepuk jidat*.
“Sulit ah, ntar aku dikatain sok alim, sok suci, dan dianggap aneh oleh temanku.” Maka dari itu dibutuhkannya sahabat yang sholeh N sholehah untuk membantu hijrah kamu supaya always istiqamah girl! Yang namanya teman itu belum sahabat, tapi sahabat itu semuanya. Dan yang namanya sahabat itu susah nyarinya. Iyakan? Yang pasti bukan pas susahnya dia ada, pas senangnya udah gak nampak itu batang hidungnya. Ada yang seperti itu? Banyak sob! Yang seperti itu cukup dikasih senyuman aja yah?
So, udah siap buat berubah? Memang rumit, apalagi masa remaja itu masanya bunga bermekaran yah? Ngeliat cogans and cecans lewat, langsung dag dig dug hatiku~ Iya sih, memang seperti itu ratanya tapi kita pasti mau dong lebih beda dari yang lain? Apalagi bedanya ini bukan sekedar ‘beda’ aja. Bedanya manusia yang beragama dan yang di akte, kk, ataupun ktpnya itu terlihat dari caranya bergaul. Dengan siapa, dan mengapa? Betul kan?
Makanya, remaja masa kini kudu banyakin ilmu agama karena era globalisasi, terutama lagi remaja itu sahabatnya lingkungan bukan? Kalau lingkungannya itu anak basket, pinginnya jadi anak basket juga. Kalau lingkungannya anak balet, pingin balet pula, dan sebagainya. Musti bisa dong menjadi lebih beda dari lingkungan kita. Walau remaja itu sahabatanya sama lingkungan namun ada baiknya jika kita bisa bedakan yang namanya baik dan buruk sesuai syariat islam. Betul kan?
Bicarain tentang pacaran, kalian pasti tahu kalau cara tingkahnya adam n hawa itu beda bangetkan? Ada nih, katanya adam itu berbahaya dinafsunya sedangkan hawa berbahaya dikalimatnya or mulutnya. “Apa hubungannya?” Kan sudah ditulis bahwa adam itu berbahaya di nafsunya, jadi kudu jaga jarak dari adam namun kamu juga harus tahu ada beberapa adam yang mana kita boleh berkomunikasi dengan mereka. Yups, ayah, adik/abang, kakek, dan banyak lagi kalau kalian cari tahu sendiri, heheh...
Gimana? Hari gini masih pacaran? Gak tahu kalau waktu kita itu makin dekat ya? Saya tekankan dibagian jaga jarak dengan adam itu ya, karena kendaraan saja masih bisa jaga jarak, masa kamu tidak??
Alhasil, gimana? Siap untuk berubah? Siap untuk belajar lagi? Karena ilmu kita masiih sangat sedikit mengenai islam, dan syariatnya. Apalagi hubungan dengan lawan jenis. “Jadi gak boleh gitu?” Boleh sih boleh, namun dengan cara yang halal dalam pandangan islam, yaitu Menikah. “Kamu bercanda ya? Kan masih sekolah, kok nikah?” Tau masih sekolah, tapi pacaran. Situ gimana sih? Coba lihat deh ktpnya emak atau abah kalian, lihat di ‘status hubungan’ yang tertulis apa? “Belum menikah/menikah” Tuh kan, masa kalian takut menjomblo sedangkan negara saja mengakui kalian sebagai jomblo. Saya tanya deh, ada tidak tertulis di ktp atau apapun mengenai ‘pacaran/tidak pacaran’? Gakkan? Terus kenapa pacaran? Takut gak ada yang ngingetin situ makan? Ada tuh, emak, adik, abang or kakak, abah, atau yang ada di rumah pasti ngingetin kan? “Tapi gak manis gitu” Manis apanya sih jeng? Manis itu dimana-mana ya gula, gak ada orang yang ngingetin makan itu manis.
Belum siap untuk berubah? Itulah mengapa kamu butuh seorang sahabat yang sholehah, apalagi kalau dia mendukung kamu hijrah. Rasanya tu pingin kali jadi saudara kandung dia. Eh? Ngomong apa sih sekarang ni? Lewatin aja tuh, kalau kamu punya teman yang jaga jarak dengan laki-laki, dekatin dan ajak dia bersahabat denganmu. Lalu belajar dari dia dan ajak juga dia belajar bersama. Kan seru kalau bisa belajar islam bareng kan? Jadi istiqamah deh hijrahnya.
Jadi?? Kira-kira apa jawaban kamu? Better jomblo or pacaran? Yups! Pilihlah yang tepat karena pacaran itu jembatan menuju praktek zina. Kamu tahu tidak kalau Allah sangat melarang kita untuk mendekati zina, dituliskan dalam Al-Qur’an (Al-Isra: 32), coba lihat ya?
Gimana... Gimana? Ngiler dengan kata hijrahnya? Yuk, gabung di komunitas #IndonesiaTanpaPacaran untuk menyelamatkan saudari kita dari marabahaya pacaran. Jadi beda dari yang lain itu pasti seru dong! Apalagi kalau ada temannya, iya kagak?
So, gimana? Pacaran? Gak lah yauw!


Salam dari Riau buat kakak N member #IndonesiaTanpaPacaran

Jilbab or Jilbab

Terik mentari sudah menampakkan cahayanya, tak lupa pula sahutan ayam beriringan membangun manusia dari tidurnya. Setelah mandi, aku bersiap dengan pakaian yang semalam sudah kusiapkan. Lalu, kutatap sepilah kain yang dinamakan jilbab itu. Bunda selalu menceritakan kain ini.
“Pakai gak ya?” gumamku sambil memeluk jilbab tersebut, ibu mengajarkan cara untuk memakai jilbab karena dia berkata bahwa kita harus menutup aurat. Namun apakah agama hanya dipandang melalui aurat saja? Tidak bukan, lalu kuletak kembali jilbab itu dan keluar kamar untuk sarapan pagi.
“Lah, kakak mau kemana sayang? Bunda udah bilang, jangan lupa pakai jilbabnya biar gak kemerahan lagi rambutnya,” kata bunda seraya menyerahkan sepiring nasi goreng beserta teh hangat untukku. lalu aku menyantapnya dengan lahap. Setelah selesai, barulah kujawab pertanyaan bunda.
“Kakak mau ketempat kawan bun, ada tugas kelompok yang mau dikerjakan. Gak usah lah bun, lagian panas pakai jilbab tu,” kataku sambil menyeruput teh hangat. Bunda terlihat kecewa dengan jawabanku.
“Iya bunda, kakak pakai,” kataku akhirnya mengalah. Aku tak mau membuat bunda marah ataupun kecewa karena bunda sudah berkorban banyak untukku. Lalu bunda tersenyum lega dan menyerahkan sepilah kain yang semula kuletakkan dikasur.
“Kak, kakak harus tahu kalau jilbab ini banyak kegunaannya,” kata bunda sambil menghelus rambutku. Aku hanya menggangguk tanda ‘ya’ lalu memakai jilbab tersebut. Setelahnya aku berpamitan dengan bunda dan pergi menuju tempat tujuan.
Sepanjang perjalananku, aku selalu bertemu anak sebayaku yang mengenakan jilbab namun lebih panjang dan tebal dariku. “Tidak kepanasan mereka do?” pertanyaan itu selalu kugumamkan. Lalu kulihat dari jauh, ada seorang gadis yang sangat familiar denganku, oh ya! Ana, tapi... Kok beda ya? Balutan gamis membalut tubuhnya, lalu jilbab yang melabuh hingga dada, ditambah lagi sepasang kaus kaki yang menutupi kakinya.
“Assalamu’alaikum,”
“Waalaikumsalam Ana, kamu...” kalimatku terhenti karena terkejutnya aku dengan penampilan Ana yang benar-benar berbeda dari sebelumnya.
“Mau kemana?”
“Aku, mau kerumah Kisha,”
“Kisha tidak di rumah, dia sedang halaqoh hari ini,” halaqoh? Apa itu? Tak pernah kudengar kalimat seperti itu sebelumnya. Lalu Ana berpamitan denganku,
“Aku mau halaqoh juga, kamu mau ikut?” ajakan tersebut kutolak. Lalu aku kembali ke rumah dan merenung tentang kalimat halaqoh itu. Kuambil handphoneku kemudian kukirim pesan ke Kisha.
P; Kisha, kamu kemana sih? Kata Ana kamu halaqoh, kamu bisa tidak jelasin apa itu?
Namun tak kunjung datang balasan dari Kisha, hingga akhirnya dengan terpaksa aku menunggu dan kembali ke rumah. Sekian lama hingga aku pun tertidur.
K; Maaf ya, aku baru pulang dari rumah kakakku. Iya benar, aku halaqoh tadi. Hm, kamu tidak tahu halaqoh? Gini nih, halaqoh itu pengajian lho. Sayang banget kalau gak ikutan. Kamu ikut saja, besok datang ke rumahku jam 7 ok? Pakai jilbab dan khimar ya?
P; Khimar tu apa?
K; Putri, islam itu sudah menentukan pakaian seorang muslimah lho. Jilbab yang kita kenal sebagai penutup kepala ternyata bukan penutup kepala lho, melainkan baju gamis yang panjangnya hingga mata kaki. Khimar itulah yang kita kenal sebagai jilbab alias penutup kepala atau kain yang menutupi bagian kepala dan melabuh hingga dada. Jangan lupa pakai kaus kaki karena aurat kita itu seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan ya?
Balasan panjang itu membuatku berpikir hingga lamanya, jadi yang selama ini bunda bilang salah? Atau mungkin bunda tidak tahu tentang ini? Akhirnya kubongkar isi lemari dan kutemukan sepotong gamis dan khimar yang lumayan panjang. Kuletakkan dikasur untuk kupakai besok, lalu kucari kaus kaki dan kutemukan satu pasang.
“Inikan punya bunda? Kira-kira boleh kupakai tidak ya?” lalu aku pergi ke kamar bunda dan bertanya tentang kaus kaki itu.
“Boleh, ambillah untuk kakak,” bunda berkata seraya tersenyum. Lalu aku berterima kasih dan kembali kekamarku. Akhirnya aku tidur untuk menunggu hari esok.
Keesokan harinya.
Setelah mengenakan pakaian yang sesuai dengan prosedur Kisha, akhirnya aku pergi menuju rumahnya. Kutemui dia yang sedang menungguku didepan rumahnya.
Masha allah, Putri kamu cantik lho kalau berbusana seperti itu,” kalimatnya terlontar disaat aku datang menuju tempatnya. Duh, jadi malu nih setelah dikatain begitu sama Kisha. Kulemparkan senyuman manis kearahnya yang sedang menyusulku.
“Ayo, kita halaqoh!” katanya sambil menarik tanganku, aku pun mengikuti komandonya.
Setelah 15 menit perjalanan dengan jalan kaki yang kami tempuh, akhirnya sampailah kami disuatu daerah dan pastinya aku tidak tahu dimana. Kulihat, berdiri sebuah rumah kecil, namun kutemukan banyak sandal yang berkumpul disana. Pasti rumah ini dipenuhi banyak orang gumamku sambil menghitung jumlah kaki yang menggunakan sandal tersebut. Namun, Kisha mengehentikan tingkahku yang terbilang konyol ini dengan memanggilku dan memintaku untuk masuk kerumah tersebut.
Setelah kulihat sejenak, banyak perempuan yang mengenakan pakaian serupa denganku tengah mendengar ceramah dari ustazah yang memimpin perkumpulan halaqoh ini. Kisha mengajakku untuk duduk ditempat yang tersedia.
“Assalamu’alaikum ukhti, maaf ana telat. Ana membawa seorang teman yang ingin belajar juga,” jelas Kisha kepada Sang Ustazah dan langsung mendapat anggukan dari ustazahnya. Lalu Kisha menyikut tanganku seraya berbisik “kenalan dulu dong,”
“Err... Assalamu’alaikum, perkenalkan aku Putri, senang bertemu kalian,” ucapku sedikit gugup melihat tatapan dingin dari mereka. Lalu mereka menjawab salamku dan mengucap ‘hai’ dan kemudian aku diperkenan duduk kembali.
Halaqoh berjalan lancar, dan kuakui halaqoh sangat seru untuk diikuti, bahkan aku tak mau meninggalkan rumah ustazah, jikalau perlu aku akan menginap. Namun tentu saja, aku harus kembali kerumah untuk melakukan aktivitas lain. Untuk beberapa hari kemudian, aku selalu ikut halaqoh bareng Kisha.
*tiga bulan setelahnya
Satu waktu, dimana aku sedang berada di rumah hanya berdua dengan ibu. Saat itu aku bertanya lagi kepada ibu mengenai sepilah kain yang dulu kupanggil jilbab itu.
“Bun, jilbabnya kakak pakai ya bunda” sahutku dari dalam kamar, dan saat itu ibu berada di dapur namun jarak kamarku dengan dapur yang cukup dekat sehingga masih terdengar panggilan.
“Pakailah nak, biar kepalamu tidak kepanasan,” sahut ibu terdengar
“Bukan jilbab yang itu wahai ibu tercinta,” kataku menghampiri ibu, tampak ibu terkejut dengan kehadiranku yang mendadak.
“Kamu ini, mengejutkan saja,”
Suprise ibu,” hiburku yang membuat tawa ibu terbuai. Namun tawa itu langsung terhenti ketika ibu melihatku... Dengan penampilan yang lain.
“Lah, kata kamu pakai jilbab tapi kok gamis sih?”
“Ibu, jilbab yang selama ini kita kenal dengan penutup kepala ternyata bukan loh bu. Melainkan penutup seluruh tubuh alias gamis, dan inilah pakaian yang seharusnya para muslimah kenakan ketika hendak bepergian keluar dari rumahnya,” jelasku kepada ibu, ibu hanya terdiam lalu melanjutkan kegiatan memasaknya.
Dan ini bentuk rasa sayangku agar ibu dan ayah tidak disentuh bara neraka kelak akibat pertanggung  jawaban ibu dan ayah atas auratku yang terumbar kepada lelaki non mahram, gumam hatiku sambil tersenyum dan meninggalkan ibu dengan keasyikannya sendiri.
+selesai+
Note:
“Hendaklah mereka mengulurkan Jilbabnya ke seluruh tubuh mereka,” (QS. Al-Ahzab (33): 59)
“Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung hingga dadanya.” (QS. An-Nur (24): 31)

 (Sumber judul: Jilbab or Jilbab by Dawat-Hijrahmu Inspirasi Dunia)

Amel: Anak Desa menuju Angkasa

“Kue.. kue!! Kuenya bu, kuenya kak, dibeli-dibeli!!” teriak gadis remaja dengan baju sekolah putih donkernya yang lusuh mencoba menjual dagangannya.
“Kue.. kue!!” teriaknya kembali tak ingin kalah dengan suara disekitarnya. Itulah keseharian gadis belia tersebut, berusaha mengalahkan suara yang lain demi jualannya. Gadis itu bernama Amel, dia merupakan siswa kelas VIII SMP Negeri disekitar desanya. Dia juga salah satu siswa berprestasi disekolahnya, tak heran dia mampu sekolah walau dengan keadaan serba kekurangan.
Amel telah kehilangan ibunya semenjak ia menginjak usia 5 tahun, ayahnya pun hingga kini tak pernah ia jumpai, Amel tinggal bersama sanak saudaranya disekitar lingkungan kumuh. Setiap harinya ia harus berjualan sedini mungkin demi mendapat uang saku, perjalanan panjang selalu menjadi kesehariannya menuju sekolah, maklum saja Amel tidak memiliki apapun yang mampu membawanya menuju sekolah dengan cepat. Semak belukar, derasnya aliran air sungai, jembatan bergoyang juga selalu menemaninya dalam perjalanan, meskipun keadaan tak begitu memadai namun dia tak pernah patah arang, dia kerap menjadi juara dikelasnya peringkatnya pun tak pernah jauh dari peringkat I, tidak hanya itu Amel juga menjadi salah satu pengurus OSIS disekolahnya.
“Andai aku memiliki sesuatu untuk sampai kesekolah dengan cepat, dan mungkin sedikit uang untuk membantu bibi,” gumamnya yang saat ini tengah melewati derasnya aliran air sungai, bajunya selalu basah ketika melewati sungai namun dia tak merasa terbebani dengan bajunya, satu hal pasti yang ingin dia capai yaitu; sampai kesekolah dan menimba ilmu sebanyak mungkin.
“Mengapa, mengapa hanya aku yang merasakan hidup seperti ini? Mengapa? Tuhan,.. dimana Keadilanmu untuk makhlukmu? Mengapa hanya aku yang harus merasakan hal ini?” lirihnya sambil beristirahat sejenak. Dengan harapan akan terjadi suatu hal namun hasilnya nihil, hanya rumput bergoyang.
“Sudah lupakan, seharusnya aku segera kesekolah,” tukasnya sambil berlari secepat mungkin menuju sekolah.
Bel istirahat pun berbunyi, Amel memutuskan untuk duduk diam didalam kelas sambil mengulang kembali pelajaran yang telah dipelajarinya bersama guru tercintanya; buk Intan. “Amel! Sedang apa kamu!?” kejut salah seorang temannya, Cici.
“Aku hanya mengulang pelajaran, ci,” jawab Amel tenang.
“Hey, kamu tidak pergi kekantin?” tanya Sekar.
“Uh tidak, aku tidak lapar,” jawab Amel bohong.
“Atau mungkin kamu ingin ‘menabung’ lagi?” jawab Gusna tenang, suasana hening sementara, terdengar bisikan lirih dari bibir Amel.
“Iya,”
“Nah, aku punya uang lebih dikasih mama tadi, kamu belilah sesuatu dan simpan saja kembaliannya,” kata Sekar sambil menyerahkan uang sebesar sepuluh ribu ke Amel.
“Tidak perlu Sekar,” jawab Amel mencoba menolak.
“Simpan saja, aku ikhlas kok,” jawab Sekar dengan nada memaksa, mau tidak mau Amel pun menerima uang yang diberikan Sekar.
“Te.. terima kasih, Sekar,..” jawab Amel dengan nada lemah.
“Tidak perlu, Amel kalau kamu butuh bantuan, kamu cukup bilang masalahnya, kami akan mencoba membantu walau terkadang tidak berhasil,” jawab Cici sambil meneguk air mineral yang dibelinya tadi.
“Kamu serius saja ci, Amel kalau ada masalah bilang ya? Kami bantu kok,” jawab Gusna sambil memeluk Amel erat.
“Terima kasih, teman-teman,” jawab Amel terisak.
“Terima kasih kembali,” jawab Sekar ikut bergabung.
Jam pelajaran pun berakhir, dan bel menandakan bahwa seluruh siswa telah diperbolehkan kembali pulang, namun..
“Pengumuman, bagi siswa yang ingin mendaftarkan diri untuk perlombaan dalam rangka hari Kartini, silahkan mendaftar ke Rini kelas VIII-D, terima kasih.” Terdengar pengumuman melalui speaker yang bergantung di dinding lorong sekolah.
“Hey, dengar kah kalian? Akan ada lomba untuk hari Kartini! Kita ikutan yuk!” jawab Sekar bersemangat.
“Aku tidak tahu,” jawab Amel dengan nada penuh keraguan.
“Ayolah mel, lombanya itu baca Puisi, buat Cerpen, lomba Teater, Vokal solo atau Grup, dan Fashion show, kamu kan punya karangan yang bagus! Kenapa tidak ikut lomba saja?” rayu Cici memeluk tangan Amel.
“Tapi..,”
“Tidak bertapi-tapi, kita akan ikut lomba tulis Cerpen, kecuali untuk Sekar yang hobi Fashion show. Aku akan mendaftarkan nama kita ke Rini untuk lomba, sampai besok!” lugas Gusna sambil melambai tangannya menjauh menuju kelas VIII-D.
“Tapikan aku tidak setuju,” jawab Amel.
“Mel, kalau menang lumayan loh, dapat uang, trophy, sertifikat, dan perlengkapan sekolah loh,” jawab Sekar santai.
“Namun apa yang akan kubuat?” tanya Amel dengan suara lirih.
“Mereka mengangkat tema tentang persahabatan, mengapa tidak buat cerpen tentang sahabat?” jawab Cici penuh harapan.
“Hm, baiklah akan kubuat besok, aku harus segera pulang nih, dah teman-teman!” teriak Amel berlari menuju gerbang sekolah.
Diperjalanan Amel hanya termenung memikirkan perlombaan yang akan diadakan lima hari dari sekarang.
“Mungkin inilah jawaban dari do’aku tadi,” jawabnya menatap langit biru.
“Aku harus bisa memenangkan lomba itu, harus menang!” teriak Amel menerawang langit.
Sesampainya.
“Amel, sudah sampai. Mari makan nak,” ajak Bibi Marta menyuguhkan sepiring nasi dengan sisa lauk kemarin.
“Eh bibi tahu tidak? Sekolah mengadakan lomba loh bi! Katanya kalau menang lomba bisa dapat uang, trophy, sertifikat, dan perlengkapan sekolah,” kata Amel tak henti-hentinya tersenyum bahagia, bibinya tertawa melihat semangat keponakannya.
“Nak, ikutilah lomba itu, bibi selalu mendukungmu,” kata bibi Marta menghelus kepala Amel yang teralaskan oleh hijab sekolahnya.
“Bibi terima kasih!” teriak Amel bahagia seraya memeluk bibinya, bibi Marta pun membalas pelukan Amel dan mencium keningnya.
“Kamu pasti bisa nak, kamu pasti bisa,” bisik bibi menenangkan kegundahan hati Amel tentang ketidak-inginannya ikut lomba.
*keesokan harinya
“Jadi bagaimana? Apa tema untuk cerpen kita?,” tanya Sekar tengah melahap kue bolu yang dibawanya dari rumah.
“Makan dulu baru ngomong. Mereka meminta kita menuliskan masa lalu kita,” jawab Gusna sambil menghelus kepalanya.
“Heheh, maaf,” tawa Sekar.
“Lah, tentang sahabat?” tanya Cici tidak percaya.
“Tidak jadi,” jawab Gusna tenang.
“Jadi bebas yang mana saja?” tanya Amel membaca buku yang dipinjamnya di perpustakaan sekolah.
“Yups,” jawab Gusna singkat sambil meminum teh hangat yang dibawanya.
“Jadi kapan pengumpulan naskah cerpennya na?” tanya Cici.
“Dua hari lagi batasnya,” jawab Gusna.
“Baiklah, terima kasih Gusna untuk informasinya, aku pasti akan membuat naskahnya setelah pulang sekolah,” kata Amel semangat.
“Nah, seperti itu seharusnya Amel teman kita, bukan yang bisanya pasrah saja,” jawab Sekar menggoda, mereka berempat pun tertawa.
Sesampai di istananya, Amel langsung menumpahkan perasaannya ke dalam secarik kertas. Aku akan mengangkat kisah perjalanan anak desa menuju angkasa sajalah, pikir gadis remaja tersebut yang masih terhanyut ke dalam naskah cerpennya. Harus bisa menang! Untuk membantu bibi dengan hasil uang dan juga seritifikatnya untukku mendaftar beasiswa bulan ini, gumamnya melanjutkan tulisan cerpennya.
Selang-seling suara ayam bertautan, sinar mentari menyingsih langit, dan burung pun mulai berkicau merdu. Amel bangun dengan semangat membara, kamu pasti bisa Amel! Gumamnya langsung beranjak untuk berangkat.
Tidak bosan-bosannya, arungan sungai menjadi tantangan terakhir Amel menuju sekolah tempatnya menimba ilmu, disaat melewati jembatan reyot yang ada, tiba-tiba kertas cerpen yang kemarin ditulisnya terbawa arus angin dan mendarat diarus sungai yang deras.
“Kertasnya....” keluh Amel lirih seraya menatap kosong kearah kertasnya yang dengan cepat pergi mengikuti arus sungai. Sepanjang perjalanan, Amel hanya menatap kosong lingkungan sekitarnya, lalu, bagaimana aku mengikuti lomba itu? Sedang inspirasinya sudah lenyap terbawa badai, hatinya berbisik perih.
“Amel!!!” suara itu, Cici. Selalu datang untuk mengkagetkanku. Amel menatap mata Cici dengan tatapan kosong, lalu tertunduk kembali. Nafasnya yang terhembus lirih membuat temannya heran dengan sikapnya.
“Bagaimana? Sukses?” tanya Sekar seraya merangkul Amel. Amel hanya menggeleng kepalanya lalu bertindih kepala dikedua tangannya.
“Apa  yang terjadi?” ulang Sekar lagi. Amel hanya mampu memberi tatapan sedih kepadanya, Sekar yang sepertinya mengerti perasaan Amel tiba-tiba menyerahkan secarik kertas dengan warna tinta yang perlahan buram.
“Hey! Naskahnya! Dimana kamu jumpa?” jawab Amel tiba-tiba semangat, walau karyanya hancur diselimuti air tadi pagi.
“Yah, ada kertas yang mengalir di sungai jadi aku mengikutinya, dan ternyata cerpen dan tulisannya mirip sekali dengan milikmu, jadi kukeringkan lalu kubawa. Yah, maafkan karena tidak seperti semula keadaannya,” lirih Sekar. Amel dengan haru menatap lalu tersenyum dan memeluk Sekar. Lalu, disalinnya cerpen itu ke dalam kertas baru dan memberinya kepada Gusna.
“Lengkap dengan nama pengarang?” tanya Gusna ragu, namun Sekar meyakinkannya sehingga Gusna hanya mampu berbalik dan pergi menuju tempat penyerahan persyaratan lomba.

Bersambung