Opini Ujian Nasional (UN) bukanlah bahasa asing didengar. Sebab, telah menjadi agenda tahunan penentu lulus atau tidaknya siswa dari sekolah. Pada peraturan Undang- undang yang mengatur UN yakni Pasal 4 No. 20 tahun 2005, yang berbunyi ujian nasional dijadikan sebagai pertimbangan atau seleksi untuk masuk kejejenjang pendidikan selanjutnya. Meski terdapat beberapa perubahan sistem penentu kelulusan. Namun, UN tetap menjadi patokan utama penilaian keberhasilan belajar nasional.
Seiring dengan arus globalisasi, peserta didik dipusatkan perhatiannya kepada hasil. Terbiasa dengan semua hal yang instan. Sehingga tak heran, terjadi kerusakan moral bangsa yang kian parah. Siswa menggunakan berbagai cara untuk melakukan kecurangan agar mendapatkan hasil yang diinginkan. Menurut survey, tiap sekolah terjadi kecurangan sekitar 70% bahkan lebih
Pelaksanaan UN tahun lalu saja contohnya. Terungkap banyak kecurangan yang dilakukan secara individu bahkan kelompok. Bahkan, saat seorang peserta UN 2015 yang bernama M. Tsaqif Wismadi yang berusaha melaporkan kecurangan UN dibully. Tiap tahun selalu ada masalah. Dan selama bertahun-tahun hal ini tidak tertuntaskan.
Benar, perbaikan demi perbaikan terus dilakukan oleh Dinas Pendidikan Pusat. Sehingga saat ini terjadi perubahan dalam penentuan kelulusan Ujian Nasional. Namun, tak cukup hanya itu saja. Perlu perubahan yang mendasar agar Ujian Nasional benar-benar terlaksana sesuai seperti yang tercantum dalam amanat undang-undang. Pambekalan Agama yang sangat minim, perlu diperbaiki. Bukan hanya kepada peserta didik, namun juga kepada seluruh lapisan masyarakat dan pejabat yang berwenang. Ya, harus ada perubahan yang mendasar, yang membersihkan seluruh lapisan dari kotoran yang selama ini melekat dan telah menjadi pakaian. Perbaikan itu harus segera. Sebab jika tidak, berjuta harapan masa depan bangsa pada UN akan pudar.
Penulis: Devi Ramadhani
0 komentar:
Posting Komentar