“Kukuruyuk....kukuruyuk“, suara ayam sudah terdengar oleh
telingaku, pagipun mulai menyambutku dengan tenang. Hari-hari yang aku lalui
selama ini sama dengan hari-hari yang lalu, kujalani hari-hariku dengan penuh
semangat walaupun kehidupanku tidak sesemangat jiwaku. Aku mulai melangkahkan
kakiku untuk memulai hari. Ibupun sudah menyiapkan sarapan pagi untukku.
“Aliya ,
sarapannya sudah siap nak, cepat sarapan nanti terlambat ke sekolah lho,“ Ucap
ibu sambil membereskan meja kompor.
“Iya bu, inikan
baru pukul 05.30. Lagi pula sekolah Aliya dekat bu, ibu tenang saja Aliya kan anak yang disiplin, haaaa...haaaaaa“.
Candaku kepada ibu, sambil menuliskan surat spesial. Kebiasaaanku adalah
membuat surat spesial untuk seseorang, aku selalu berharap surat itu dibaca
oleh seseorang itu, dia adalah Ayahku sendiri.
Ya, kelihatannya
memang agak aneh membuat surat untuk ayah sendiri, apalagi tinggalnya satu
rumah, tapi ayahku tidak tinggal bersamaku lagi sejak aku berumur 6 tahun. Aku
telah ditinggal ayah, dan aku tidak pernah berjumpa ayahku lagi. Ayahku telah
pergi merantau ke negeri jiran, ayah dulu pernah bilang kepada ibu bahwa ia
akan kembali lagi. Tapi sampai aku berumur 14 tahun ini ayah tidak kembali. Ibu
sudah mencarinya tapi bertemu.
Ayah tinggal di
Malaysia bersama paman Gio, pamanku. Tapi setelah ditanya, pamanku mengatakan
ayah sudah pulang lagi ke Indonesia. Paman Gio putus kontak saat Ayah sudah
menyeberang ke Pelabuhan Batam. Padahal jarak Batam-Duri tempatku tinggal tidak
begitu jauh. Namun, hingga sekarang ayah belum juga kunjung pulang.
Aku dan ibu
sudah beberapa kali mencari ayah kesana. Berusaha mencari informasi dengan
teman-teman ayah yang pernah diceritakan ayah. Namun tak satupun yang tahu
keberadaan ayah. Tapi aku tidak akan pernah menyerah, sampai titik darah
penghabisan! Semangat! Pantang menyerah! Oke! Waktunya pergi ke sekolah. Dan aku
tidak pernah lupa pamit dengan ibu.
“Ibu, Aliya pergi sekolah dulu ya, Aliya doain semoga dagangan ibu laku semua, aamiin.
Dan doain Alya juga ya bu semoga Aliya jadi anak yang pintar”. Ucapku pada ibu sambil
menciumi tangannya.
“Iya sayang, ibu
pasti akan selalu doain kamu, kamu kan anak ibu yang paling ibu sayang! Dan
anak ibu yang paling cantik“. Goda ibu kepadaku.
“Ibu bisa adja dech.
Alya pamit dulu ya bu, Assalamualaikum “.
“Wa’alaikumsalam“.
Jawab ibu.
***
Sebelum sampai sekolah, aku pergi
dulu ketempat spesial. Tak begitu jauh dari rumahku. Sebuah bekas hotel tua
yang tidak ditempati. Tepat ditengah kota Duri. Didepan gedung ini, banyak kendaraan
berjalan kencang. Aku melangkah kelantai lima gedung itu. Disini aku selalu
menerbangkan surat-surat yang kubuat untuk ayah. Aku berharap setiap surat yang
akun terbangkan sampai kepada ayah. Memang sih, mustahil rasanya surat bisa
sampai keayah yang ada di Dumai tapi aku terus berharap Allah mendengarkan
doaku selama ini..
Proses pembelajaran pun telah
berlalu. Bel pulang sekolah pun sudah berbunyi. Artinya semua siswa dan siswi
diperbolehkan kerumah masing-masing. Dengan semangat aku pun langsung
menggoeskan sepedaku menuju gedung tua. Eh! Maksudku Kantor posku. Aku langsung
menerbangkan lagi beberapa surat yang ku buat di sekolah tadi, ya pastinya
untuk ayah. Setelah menerbangkan surat itu aku langsung pulang kerumah tercinta
ku.
Tiba-tiba di depan gedung aku
disapa seorang pria tua, sepertinya lebih tua dari umur ayahku.
“Nak!” Ucap orang yang tidak kukenal
itu.
“Hah! Iiiya, Pak?” Tanya ku ter
bata-bata. Agak takut aku ketahuan telah memasuki gedung tua ini sendirian.
“Kamu tau rumah Bu Rahma?” tanya
bapak itu kepadaku.
“Tttttau pak, d dia ibu saya, a
ada urusan apa dengan ibu saya pak ?” Tanyaku tambah takut. Wah bahaya kalau
bapak ini mengadu pada ibuku. Teriakku dalam hati.
“Oh... Kamu anak nya ibu Rahma?
Bisa antarkan bapak, Nak?” Pintanya
“Bisa pak, mari pak.” Ajak ku. Aku
tak mampu menolak, tetapi aku pasrah saja.
Setiba dirumah, bapak misterius
itu duduk disofa dan aku ke dapur memanggil ibu. Cukup lama ibu berbincang
dengan bapak misterius itu, sementara aku menguping saja dari kamar. Tiba-tiba
ibu meneteskan air matanya.
“Ibu kenapa nangiis?” tanyaku
mendekat.
“Aaayah mu Aliya ....” tangis ibu
semakin kencang.
“Ayah? Ayah kenapa bu..? Ayah pulang
bu? jawab bu...” Tanya ku dengan rasa sedikit senang.
“Tidak nak... kamu yang sabar ya
sayang, ayah, ayah, ayah meninggal Aliya aa.... “
Sontak aku terkejut mendengar
kata-kata ibu tadi, perasaan senangku berubah menjadi kesedihan, aku tidak
menyangka akan begini akhirnya. Ayah yang aku harapkan kembali pulang ternyata
sudah tidak ada lagi, air mata ku mengalir dengan deras, aku tidak mampu
membendung perasaan ku yang hancur.
Bapak itu memberikan beberapa
kertas yang berbentuk pesawat, dan yang membuat aku terkejut adalah pesawat kertas
itu persis seperti suratku untuk ayah yang aku terbangkan di hotel tua, surat
ku yang berbentuk pesawat.
“Bu Rahma, ini..” bapak itu menyerahkan
pesawat kertas itu.
“Aaapa ini?” tanya ibu dengan rasa
penasaran bercampur bingung.
“Saya menemukan ini pagi tadi
didepan bengkel. Koko pemilik bengkel sebelah hotel tua itu juga memberikan
banyak pesawat kertas yang disimpannya kepada saya. Saya baru sadar kalau saya
mengenal orang yang dimaksud dalam surat ini. Dulu saya satu kapal dengan Pak
Rahmat, hanya kenal dikapal saja. Dan saya berpisah di pelabuhan Batam. Sekitar
dua hari kemudian saya mendapat kabar beliau menjadi korban begal. Sementara
identitasnya hilang semua. Beliau sudah dimakamkan di Batam didaerah rumah
saya. Saya yang mengurusinya sebab saya yang kenal. Namun, sebelum berpisah
saya tidak tahu tepat tinggalnya. Beliau hanya menyebut kota Duri.” Bapak
bernama Surya itu menjelaskan.
Air mataku tumpah. Ibu berusaha
menenangkanku. Punah sudah harapanku bisa bertemu ayah. Wajah ibu dan pak Surya
sudah samar dimataku. Pudar tertutupi air mata.
“Pak Rahmad banyak cerita tentang
anak gadisnya. Dan sangat membanggakan Aliya . Beliau juga sangat rindu pada
Alya karena sudah lama tak berjumpa.” Pak Surya terus bercerita, sementara aku
tidak bisa menyimak percakapannya dengan ibu sebab rasa sedih yang sangat
dalam.
“Terima kasih ya pak Surya, sudah
memberi informasi tentang suami saya, insyaallah kami akan berziarah di
makam bapak”. Ucap ibu kepada pak Surya.
“Sama-sama bu, saya hanya
menyampaikan amanah bu, kalau begitu bagaimana jika besok kita sama-sama ke
Batam. Kebetulan saya juga mau pulang. Saya menggunakan mobil, namun rusak dan
sedang di bengkel sekarang”.
Setelah mendapat tawaran Pak Surya
aku dan ibu langsung ziarah ke makam ayah di Batam. Kami mendo’akan ayah
bersama-sama.
“Ya Allah, ampunilah semua dosa
ayah, lapangkanlah kuburan ayah, berikan lah ia tempat yang terbaik disisi-Mu ya
Allah, temukanlah kami lagi bersama ayah di syurga Mu ya Allah, Amiiin....”.
Walau ayah tidak ada di dunia ini
lagi, tapi bagi aku dan ibu, ayah tetap ada di hati kami. Sehabis berziarah
kemakam ayah, aku langsung pergi menuju Kantor Posku untuk menerbang kan surat
terakhir untuk ayah.
Ayah, semoga ayah tenang ya dialam
sana, Aliya dan ibu selalu do’ain ayah
kok. Ayah tenang aja, walaupun kita gak bisa jumpa di dunia, Aliya sangat yakin Allah pasti mengumpulkan kita di
syurga ya yah.
Ayah, maksih ya udah sangat-sangat
sayang sama Aliya , udah besarin Aliya , udah memberi dan mencari nafkah untuk Aliya dan ibu dan yang paling penting, terima kasih
ayah udah menjadi ayah yang terbaik untuk Aliya
selama ayah ada. Jasa ayah gak bakalan Aliya lupain, Aliya juga minta maaf kalau Aliya pernah buat ayah marah waktu kecil, pernah
buat ayah kesel sama Aliya, walapun hanya 6 tahun Aliya bersama ayah. Tapi Aliya udah bahagia banget, karna udah mendapat kan
kasih sayang dari seorang ayah. Aliya berharap semoga ayah mendengar dan tahu isi
surat ini. yaa walaupun dunia kita berbeda, tapi Aliya yakin hati kita akan tetap bersatu untuk
selama-lamanya. Semoga kita bisa berjumpa lagi ya ayah.., Amiiiiiiiiin..!!. Aliya
janji akan jadi anak yang baik dan tegar
serta nurut sama ibu.
Selamat jalan, Ayah... Walaupun
ayah udah gak ada, aku dan ibu gak akan pernah goyah! Karna kami tahu, ayah
tidak menginginkan kami larut dalam kesedihan. Thank you ayah...
Selesai.
Anisa Putri
Salsabila, Lahir di Duri, 04 April 2001. Siswa Kelas 8 SMPN 17 Mandau. Senang
menulis cerpen sejak dibangku SMP. Hobi membaca novel.
0 komentar:
Posting Komentar